loading...
1.1. Latar Belakang Masalah
Pakan merupakan faktor yang terpenting
untuk menunjang pengembangan populasi ternak ruminansia, disisi lain peternak
masih juga dihadapi oleh masalah penyediaan bahan pakan yang sifatnya mengikuti
musim. Hijauan merupakan pakan utama ternak ruminansia yang biasanya tersedia
secara melimpah pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau sangat sulit
diperoleh sehingga perlu dicari alternatif untuk menggantikan hijauaan yang
salah satunya adalah pucuk tebu.
Pakan
komplit berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
ternak baik untuk hidup pokok, pertumbuhan, reproduksi dan produksi. Menurut Lado (2007), Tiga faktor penting
dalam kaitan penyedian hijauan bagi ternak ruminansia adalah ketersedian pakan
harus dalam jumlah yang cukup, mengandung nutrien yang baik, dan
berkesinambungan sepanjang tahun. Ketersedian hijauan pada umumnya selalu
mengikuti pola musim, dimana produksi hijauan melimpah di musim hujan dan
sebaliknya kekurangan pada saat kemarau .
Ketersediaan
lahan hijauan tanaman pakan semakin terbatas sebagai akibat dari pengalihan
lahan untuk perumahan, industri dan perkebunan, maka diperlukan suatu usaha
alternatif mencari bahan pakan baru. Dewasa ini banyak penelitian yang
memanfaatkan limbah sehingga menjadi lebih berdaya guna, sekaligus membantu
mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan. Salah satu tanaman yang
menjadi perhatian karena keberadaannya sangat melimpah dan kurang dimanfaatkan
oleh peternak adalah daun tebu. Daun tebu merupakan
tanaman yang sangat potensial sebagai pakan
ternak namun kandungan nutrisi pada daun tebu sangatlah rendah sehingga perlu
di buat pakan komplit agar nilai nutrisi dan kecernaan
daun tebu tersebut diharapkannya akan
menjadi lebih baik.
Untuk
mengoptimalkan kecernaan Bahan Kering (BK) dan Bahan Organik (BO) terhadap pakan komplit
berbasis daun tebu perlu dilakukan pengolahan,
dengan penambahan starter (mikroba) seperti EM-4 dapat
mengoptimal proses pendegradasi kandungan yang ada di dalam pakan komplit
berbasis daun tebu . Pengukuran tingkat kecernaan pada pakan komplit berbasis
daun tebu yang diperam dengan penambahan
starter seperti EM-4 , dapat diukur secara in- vitro yaitu
dengan mensimulasi sistem yang ada di dalam rumen. Metode in- vitro pada
umumnya digunakan untuk memprediksi nilai kecernaan pakan dalam rumen dan
memprediksi nilai nutrisi pakan (Kurniawati,
2007). Laju fermentasi pakan dalam rumen dapat digambarkan dengan pengukuran
kadar produksi volatile fatty acid (VFA), amonia (NH3), produksi gas,
kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, pH, dan produksi massa mikroba.
Pakan alternatif yang berasal dari
limbah pertanian maupun perkebunan mulai banyak dimanfaatkan seperti limbah
yang berasal dari tanaman tebu yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan untuk
ternak ruminansia. Namun
kandungan nutrisi pada daun tebu sangatlah rendah sehingga tidak bisa digunakan
untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi ternak ruminansia Berdasarkan berbagai
pertimbangan tersebut di atas,
maka perlu dilakukan penelitian tentang kualitas dan nilai kecernaan Bahan Kering (BK),Bahan Organik (BO), pada pakan komplit berbasis daun
tebu secara
in-
vitro.
1.2. Rumusan Masalah
Daun tebu merupakan tanaman yang
melimpah namun nilai kecernaannya sangatlah rendah karena mempunyai serat kasar
yang tinggi dan mempunyai kandungan nutrisi yang rendah, hal ini menjadi
kendala dalam pemanfaatan daun tebu. Perumusan masalah dalam penelitian ini
mengacu pada hal berikut: Apakah ada pengaruh
perbedaan dengan jenis perlakuan dan lama pemeraman pakan komplit dengan bahan basal
daun tebu terhadap
kecernaan Bahan Kering dan
Bahan Organik ,
secara in- vitro yang diperam selama 0,
5, 10 hari?.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh perbedaan dengan jenis
perlakuan dan lama pemeraman pakan
komplit dengan bahan basal daun tebu terhadap kecernaan Bahan Kering ( KcBK ) dan Kecernaan
Bahan Organik ( KcBO) , secara in- vitro
yang diperam selama 0,5,10 hari.
1.4.
Manfaat Penelitian
Kegunaan
sebagai bahan informasi ilmiah, dengan
memanfaatkan limbah pertanian atau perkebunan sebagai pakan komplit bahan
basal daun tebu.
1.5 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah pakan komplit dengan bahan basal daun
tebu dan penambahan feed
additive yang diperam selama 10 hari, diduga
akan menghasilkan KcBK dan KcBO yang lebih baik.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Tanaman Tebu
Tanaman tebu termasuk salah satu
anggota dari familia Gramineae, sub familia Andropogonae. Banyak ahli
berpendapat bahwa tanaman tebu berasal dari Irian, dan dari sana menyebar ke
kepulauan Indonesia yang lain, Malaysia, Filipina, Thailand, Burma, dan India.
Dari India kemudian dibawa ke Iran sekitar tahun 600 M, dan selanjutnya oleh
orang-orang Arab dibawa ke Mesir, Maroko, Spanyol, dan Zanzibar. Tanaman tebu
mempunyai sosok yang tinggi kurus, tidak bercabang, dan tumbuh tegak. Tinggi
batangnya dapat mencapai 3-5 m atau lebih. Kulit batang keras berwarna hijau,
kuning, ungu, merah tua, atau kombinasinya. Pada batang terdapat lapisan lilin
yang berwarna putih keabu-abuan dan umumnya terdapat pada tanaman tebu yang
masih muda. (Tjokroadikoesoemo, 2005).
Klasifikasi ilmiah dari tanaman tebu (Tarigan ,2006). adalah
sebagaiberikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermathophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Class : Monocotyledone
Ordo :
Glumiflorae
Famili : Graminae
Genus :
Saccharum
Spesies :
Saccharum officinarum L.
Menurut
Priyanto,(2010) pucuk tebu merupakan
limbah yang tidak banyak dimanfaatkan oleh produsen gula sehingga berpotensi
sebagai penyedia pakan ternak yang potensial. Selain itu, tanaman tebu biasa
dipanen pada musim kemarau sehingga dapat digunakan sebagai pakan alternatif
pengganti rumput yang pada musim kemarau ketersediaannya sangat terbatas.
Pucuk tebu digunakan sebagai
hijauan makanan ternak pengganti rumput gajah tanpa ada pengaruh negatif pada
ternak ruminansia. Pucuk tebu meskipun
pontensinya cukup besar, namun angka pemanfaatannya relatif sangat rendah
(3,4%). Hal ini disebabkan antara lain palatabilitasnya yang menurun apabila
dikeringkan dengan
matahari (Retnani,2009). Oleh karena itu,
untuk meningkatkan palatabilitasnya dapat dilakukan dengan pengolahan dan
penambahan molases, kalsium karbonat dan urea.
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Pucuk
Tebu Dalam Bentuk Segar
Kandungan Zat
|
Kadar Zat (%)
|
Bahan Kering
|
39,9
|
Abu
|
7,42
|
Sera Kasar
|
42,30
|
Protein Kasar
|
7,4
|
Lemak Kasar
|
2,90
|
Betn
|
40,00
|
Sumber : Lamid.,
(2012)
Pucuk tebu
merupakan limbah tanaman yang sangat potensial sebagai pakan ternak karena
jumlahnya tersedia banyak dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia.Menurut Direktorat
Jenderal Perkebunan (2012), pada tahun 2012 luas lahan perkebunan tebu di
Indonesia adalah 451,255 Ha, dengan produksi mencapai 2,591,687 ton. Produksi
tebu yang berasal dari perkebunan tebu di Sulawesi Selatan pada tahun 2012
sebesar 541 ribu ton.
Menurut Sandi,(2012).Pucuk
tebu merupakan limbah tanaman yang sangat potensial sebagai pakan ternak karena
jumlahnya tersedia banyak dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Satu
hektar kebun tebu akan diperoleh 180 ton biomassa / tahun yang terdiri atas 38
ton pucuk tebu dan 72 ton ampas tebu yang mampu menyediakan pakan ternak sapi
sebanyak 17 ekor dengan bobot 250-450 kg. Pucuk tebu yang dimanfaatkan sebagai
pakan ternak adalah ujung atas batang tebu berikut 4-7 helai daun yang dipotong
dari tebu yang dipanen untuk tebu bibit atau bibit giling. Bila dilihat dari
kandungan nutrisinya, protein kasar pucuk tebu lebih tinggi bila dibandingkan
kandungan protein kasar jerami padi maupun jerami jagung, akan tetapi kandungan
serat kasarnya adalah yang tertinggi.
2.2. Pakan Komplit
Menurut Haki,(2015) pakan komplit adalah
campuran dari bahan pakan ternak berupa hijauan dan kosentrat (pakan penguat)
melalui proses fermentasi anaerob (kedap udara, kedap air dan kedap sinar
matahari) yang lengkap dengan nutrien sesuai dengan kebutuhan ternak.
pakan komplit merupkan pakan
ternak lengkap yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pada ternak hususnya
ruminansia selama satu hari (24 jam). Agar pakan lengkap ini berkualitas untuk
ternak, di perlukan pengolahan yaitu dengan teknologi pembuatan pakan komplit
yang disebut dengan fermentasi yang menggunkan probiotik EM-4 .
Silase adalah pakan yang telah
diawetkan yang diproduksi atau dibuat dari tanaman yang dicacah, pakan hijauan,
limbah dari industri pertanian dan lain-lain dengan kandungan air pada tingkat
tertentu (60-80%) yang disimpan dalam sebuah silo atau dalam suasana silo yang
kedap udara.Menurut (Salim, 2002), Proses
silase pengawetan hijauan pakan segar dalam kondisi anaerob dengan pembentukan
atau penambahan asam, asam yang terbentuk yaitu asam-asam organik antara lain
laktat, asetat, dan butirat sebagai hasil fermentasi karbohidrat terlarut oleh
bakteri sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan derajat keasaman (pH).
Menurut (Purbowati, 2007),Pakan
komplit merupakan pakan yang mengandung nutrien yang cukup dalam memenuhi
kebutuhan ternak pada berbagai tingkat fisiologis tertentu yang dibentuk dan
diberikan sebagai satu-satunya pakan yang mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok
dan produksi tanpa tambahan substansi lain kecuali air. Semua bahan pakan
tersebut, baik hijauan (pakan kasar) maupun konsentrat dicampur menjadi satu.
Pembuatan pakan komplit berbahan limbah pertanian dan limbah industri pertanian
merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah ketidakontinyuan penyediaan
bahan pakan untuk ruminansia.
Menurut
Stefani (2010), dengan turunnya nilai
pH, maka pertumbuhan mikroorganisme pembusuk akan terhambat. Silase dengan mutu
baik diperoleh dengan menekan berbagai aktivitas enzim yang tidak dikehendaki,
serta mendorong berkembangnya bakteri asam laktat yang sudah ada pada bahan.
Agar bakteri asam laktat dapat berkembang dengan baik pada proses ensilase maka
diperlukan penambahan inokulan, salah satunya adalah Effective
microorganisme (EM-4). Menurut Riswandi
(2010), penambahan (EM-4) 8% dan urea 0,8% pada limbah tebu pada proses fermentasi dapat
menghasilkan kecernaan yang terbaik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kualitas nutrisi silase daun tebu yang di tambahkan EM-4
2.3. Molases
Molases adalah
hasil samping yang berasal dari pembuatan gula tebu (Saccharum officinarum L).
Molases berupa cairan kental dan diperoleh dari tahap pemisahan kristal gula.
Molases tidak dapat lagi dibentuk menjadi sukrosa namun masih mengandung gula
dengan kadar tinggi 50-60%, asam amino dan mineral. Molases kaya akan biotin,
asam pantotenat, tiamin, fosfor, dan sulfur. Selain itu juga mengandung gula
yang terdiri dari sukrosa 30-40%, glukosa 4-9%, dan fruktosa 5-12%. Tetes tebu
digunakan secara luas sebagai sumber karbon untuk denitrifikasi, fermentasi anaerobik,
pengolahan limbah aerobik, dan diaplikasikan pada budidaya perairan.
Karbohidrat dalam tetes tebu telah siap digunakan untuk fermentasi tanpa
perlakuan pendahuluan karena sudah berbentuk gula (Hidayat, 2006).
Molases sebagai
media fermentasi digunakan sebagai sumber bahan makanan bagi bakteri selama
proses fermentasi berlangsung. Bakteri akan menggunakan sumber karbohidrat
sebagai sumber makannya. Ketika sumber karbohidrat di dalam medium telah habis
terpakai, maka bakteri beralih menggunakan sumber nitrogen. Penambahan
karbohidrat seperti tetes dimaksudkan untuk mempercepat terbentuknya asam
laktat serta menyediakan sumber energi yang cepat tersedia bagi bakteri (Eko, 2012).
2.4.
Bahan Inokulan EM-4 (Effective
microorganism)
EM-4 adalah
campuran kultur yang mengandung Lactobacillus, jamur fotosintetik,
bacteria fotosintetik, Actinomycetes, dan ragi. Teknologi EM-4 pertama
kali dikembangkan oleh Prof. Dr. Teruo Higa dari Universitas Ryukyus Jepang
pada tahun 1980. EM-4 merupakan campuran dari mikroorganisme fermentasi dan
sintetik (penggabungan) yang bekerja secara sinergis (saling menunjang) untuk
memfermentasi bahan organik. Bahan organik tersebut berupa sampah kotoran
ternak, serasah, rumput dan daun-daunan. Melalui proses fermentasi bahan
organik diubah kedalam bentuk gula, alkohol, dan asam amino. EM-4 masuk
Indonesia pada tahun 1993, yang sebelumnya dilakukan usaha-usaha peneletian
selama tiga tahun antara tahun 1990-1993.
Menurut
(Akmal.,2004) EM-4 berfungsi untuk mengoptimalkan
pemanfaatan zat-zat makanan karena bakteri yang terdapat dalam EM-4 dapat
mencerna selulose, pati, gula, protein, lemak khususnya bakteri Lactobastillus
Sp.Sedangkan menurut Riswandi (2010) penambahan (EM-4)
8% dan urea 0,8% pada ampas tebu pada proses fermentasi dapat menghasilkan
kecernaan yang terbaik.Menurut (Sabrina, 2013)
EM-4 memiliki banyak fungsi diantaranya Mengurangi polusi bau, khususnya
pada kandang ternak dan lingkungan sekitarnya, mengurangi stres pada ternak, menyehatkan
ternak, menyeimbangkan mikroorganisme di dalam perut ternak, meningkatkan nafsu
makan terna, menekan penyakit pada ternak dan meningkatkan kualitas dan
kuantitas produksi ternak.
Aktivitas
dan perkembangan mikroba yang ada pada EM-4 selama fermentasi menyebabkan
terjadinya perubahan pada susunan kimia bahan. Perubahan tersebut dalam hal pH,
kelembaban, aroma, dan nilai zat makanan. Pada proses silase EM-4 akan membantu
proses penguraian bahan organik (memecah komponen serat). Hal ini sependapat dengan
Zailzar (2011). EM-4 peternakan mampu memperbaiki jasad renik didalam saluran
pencernaan ternak, sehingga kesehatan ternak akan meningkat, tidak mudah stres
dan bau kotoran akan berkurang.
2.5.
Kecernaan in- vitro
Kecernaan suatu pakan
merupakan bagian dari pakan yang tidak diekskresikan melalui feses dan
diasumsikan bahwa bagian tersebut diserap oleh hewan (McDonald et al, 2010). Anggorodi (1994)
menyatakan bahwa pengukuran daya cerna merupakan suatu usaha untuk menentukan
jumlah zat makanan dari bahan pakan yang diserap dalam saluran pencernaan. Daya
cerna dapat ditentukan dengan cara mengukur bahan makanan yang dimakan dan
kotoran yang dikeluarkan.
Nilai kecernaan adalah
tanda awal ketersediaan nutrien dalam bahan pakan ternak tertentu. Kecernaan
yang tinggi menunjukkan besarnya nutrien yang disalurkan pada ternak, sedangkan
kecernaan yang rendah menunjukkan bahan pakan tersebut belum bisa memberikan
nutrien bagi ternak baik untuk hidup pokok ataupun untuk produksi. Kecernaan
dapat dinyatakan dalam bentuk bahan kering dan organik sehingga dalam
prosentase dapat disebut koefisien cerna (Jovitry, 2011). Nilai koefisien cerna
bahan kering maupun organik menunjukkan derajat cerna pakan pada alat-alat
pencernaan serta seberapa besar manfaat pakan bagi ternak (McDonald et al., 2010).
Menurut
(Lopez, 2005),
metode in-vitro dikembangkan
untuk memperkirakan kecernaan dan tingkat degradasi pakan dalam rumen, dan
mempelajari berbagai respon perubahan kondisi rumen. Metode ini biasa digunakan
untuk evaluasi pakan, meneliti mekanisme fermentasi mikroba dan untuk
mempelajari aksi terhadap faktor antinurisi, aditif dan suplemen pakan .
Metode in
vitro adalah suatu metode pendugaan kecernaan secara tidak langsung yang
dilakukan di laboratorium dengan meniru proses yang terjadi di dalam saluran
pencernaan ruminansia. Keuntungan metode in vitro adalah waktu lebih
singkat dan biaya lebih murah apabila dibandingkan metode in vivo,
pengaruh terhadap ternak sedikit serta dapat dikerjakan dengan menggunakan
banyak sampel pakan sekaligus. Metode in vitro bersama dengan analisis
kimia saling menunjang dalam membuat evaluasi pakan hijauan (Pell dkk, 1993).
Teknik In Vitro atau teknik rumen buatan adalah
suatu percobaan fermentasi bahan pakan secara anaerob dalam tabung fermentor
dan menggunakan larutan penyangga yang merupakan saliva buatan (Widodo, 2012).
Prinsip dari teknik In Vitro dilakukan
dalam dua tahap, yang pertama adalah pencernaan struktural atau secara
fermentatif oleh mikrobia dengan menginkubasi bahan pakan selama 48 jam dalam
cairan rumen yang mengandung buffer dalam kondisi anaerob. Tahap kedua yaitu
pencernaan enzimatis oleh larutan asam dan pepsin selama 48 jam seperti kondisi
abomasum. Ketepatan hasil kecernaan In
Vitro dipengaruhi oleh pH cairan rumen, jumlah cairan rumen, jumlah dan
ukuran partikel sampel sarta suhu inkubasi dan lama fermentasi (Rahmadi et al., 2003).
Metode In Vitro dilakukan dalam dua tahap,
diawali dengan pencernaan fermentatif, yaitu dengan memasukkan 0,25 gram sampel
ke dalam tabung fermentor. Kemudian ditambah 25mL larutan McDougall (buffer) dan cairan rumen yang sudah
dicampur sebelumnya dengan suhu 39ºC, serta dialiri gas CO2
selama 30 detik. Setelah itu sampel diinkubasi selama 48 jam dalam keadaan
anaerob. Tahap kedua, bakteri dimatikan dengan penambahan asam hidroklorit
(HCl) pada pH 2, lalu diberi larutan pepsin HCl dan diinkubasi selama 48 jam.
Tahap kedua ini terjadi dalam organ pasca rumen (abomasum). Residu bahan yang
tidak larut disaring, kemudian dikeringkan dan dipanaskan hingga substrat
tersebut dapat digunakan untuk mengukur kecernaan bahan organik (Tilley &
Terry, 1963).
Menurut Johnson (1996),
suhu fermentasi diusahakan sama dengan suhu fermentasi dalam rumen yaitu
berkisar 40-420C. Suhu tersebut harus stabil selama proses fermentasi
berlangsung, hal ini dimaksud agar mikroba dapat berkembang sesuai dengan
kondisi asal. Aktifitas mikroba rumen tetap berlangsung normal bila pH rumen
berkisar antara 6,7 - 7,0. Perubahan pH yang besar dapat dicegah dengan
penambahan larutan buffer bikarbonat dan fosfat
Faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai kecernaan antara lain komposisi bahan pakan, perbandingan
komposisi antara bahan pakan satu dengan bahan pakan yang lain, perlakuan
pakan, suplementasi enzim dalam pakan dan taraf pemberian pakan (McDonald et al., 2002). Menurut Tillman et al. (1998), salah satu faktor yang
mempengaruhi tingkat kecernaan suatu pakan adalah kandungan serat kasar. Tinggi
rendahnya kandungan serat kasar akan mempengaruhi kemampuan mikroba rumen dalam
mencerna serat kasar sehingga mempengaruhi nilai KcBK (Van Soest, 1994).
BAB
III
MATERI
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu Dan
Tempat Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Januari
2018, di Lab. Sentral
Universitas Tribhuana Tunggadewi Malang. Analisis Bahan Kering (BK), Bahan Organik (BO) secara in-vitro,
dilaksanakan di Lab. Nutrisi dan Pakan Universitas Brawijaya Malang.
3.2. Materi
Penelitian
Materi yang
digunakan pada penelitian ini adalah pakan
komplit dengan bahan basal daun tebu (bagian daun
umur 6 bulan) yang berasal dari tanaman tebu milik petani daerah Dau Malang,
air, konsentrat dengan komposisi pollard, dedak halus, jagung giling, bungkil
kedelai dan molasses, serta inokulan bakteri EM-4 (Lactobacillus casei 1,5 x
cfu/ml, Saccharomyces
cervisiase 1,5 x
, Rhodopseudomonas palustris 1,0x
),
cairan rumen. Peralatan
yang digunakan pada penelitian ini adalah sabit,
gunting tanaman, chopper (mesin pencacah rumput), sendok, timbangan digital
(camry kapasitas 5 kg), spuit kapasitas 20 cc, plastik bening kapasitas 0,5 kg,
kertas lakmus, tali rafia, vacum clainer, mortal dan seperangkat alat untuk analisis Bahan Kering (BK), Bahan Organik (BO) secara in- vitro
dengan metode Telly and Terry.
3.3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah percobaan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari:
Faktot I: Pakan komplit dengan bahan basal
daun tebu.
P1
= Pakan komplit dengan bahan basal daun tebu
P2 = Pakan komplit dengan
bahan basal daun tebu ditambah EM-4. 2%
Faktor II: Lama pemeraman
T0 =Lama Pemeraman
0 Hari.
T5 = Lama Pemeraman
5 Hari.
T10= Lama Pemeraman
10 Hari.
Sehingga didapat 6 perlakuan yaitu :
P1T0= Pakan komplit dengan
bahan basal daun tebu yang diperam selama 0 hari.
P1T5 = Pakan komplit dengan
bahan basal daun tebu yang diperam selama 5 hari.
P1T10 = Pakan komplit dengan
bahan basal daun tebu yang diperam selama 10 hari.
P2T0 = Pakan komplit dengan
bahan basal daun tebu ditambah EM-4 2% yang diperam selama 0 hari.
P2T5 = Pakan komplit dengan bahan basal daun tebu ditambah EM-4 2% yang diperam selama 5 hari
P2T10 = Pakan komplit dengan
bahan basal daun tebu ditambah EM-4 2% yang diperam selama 10 hari.
Masing- masing dari perlakuan diulang sebanyak
4 kali, sehingga jumlah percobaan sebanyak 24 unit. Untuk lebih jelasnya
rancangan penelitian dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2 Rancangan Penelitian
Perlakuan
|
Lama Pemeraman
|
||
T0
|
T5
|
T10
|
|
P1
|
P1T0,U1
P1T0,U2
P1T0,U3
P1T0,U4
|
P1T5,U1
P1T5,U2
P1T5,U3
P1T5,U4
|
P1T10,U1
P1T10,U2
P1T10,U3
P1T10,U4
|
P2
|
P2T0,U1
P2T0,U2
P2T0,U3
P2T0,U4
|
P2T5,U1
P2T5,U2
P2T5,U3
P2T5,U4
|
P2T10,U1
P2T10,U2
P2T10,U3
P2T10,U4
|
Keterangan:
P1 = Pakan Komplit Daun Tebu.
P2 = Pakan Komplit Daun Tebu
Ditambah Dengan Em-4 2%
T0 =Lama Pemeraman 0 Hari.
T5 = Lama Pemeraman 5 Hari
T10= Lama Pemeraman 10 Hari.
U = Ulanagan.
3.4.
Variabel
Variabel dalam penelitian ini yaitu
nilai Kecernaan Bahan kering ( BK ), Bahan Organik ( BO ), secara in- vitro,
dari pakan komplit dengan bahan basal daun tebu yang diperam selama 0, 5 dan 10 hari. Penelitian ini
melakukan pengujian kecernaan secara in-vitro menggunakan
metode Tilley dan Terry (1963). Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan
Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO) dihitung dengan menggunakan rumus :
Rumus Kecernaan Kering (BK) dan Kecernaan Bahan
Organik(BO) adalah:
KcBK(%)
x100
%
Kc BO (%)
x 100 %
3.5.Tahapan
Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan
dalam 3 tahap, yaitu: tahap persiapan, tahap proses fermentasi dan tahap pengamatan.
Pada tahap persiapan yang pertama dilakukan yaitu membuat fermentor, menggunakan
plastik sebanyak 24 unit. Kemudian pembuatan ransum pakan komplit
dengan cara semua bahan pakan dicampur sesuai dengan formulasi sampai dengan homogen.
Daun tebu dicacah terlebih dahulu sekitar 3-5 cm sebelum dicampurkan. Adapun formulasi pakan komplit ini dapat dilihat pada Tabel
3 berikut
:
Tabel 3. Formulasi Ransum Pakan Komplit
No.
|
BahanPakan
|
Kandungan Nutrisi (%)
|
Formulasi
(%)
|
Nutrisi Pakan
(%)
|
||||
BK
|
PK
|
LK
|
SK
|
BK
|
PK
|
|||
1.
|
DaunTebu 1)
|
21,42
|
4,6
|
2,90
|
42,3
|
50
|
10,71
|
2,3
|
2.
|
Pollard4)
|
85
|
16,3
|
4,10
|
5,31
|
20
|
17
|
2,588
|
3.
|
Dedak halus 3)
|
87,5
|
9,5
|
4,81
|
16,4
|
5
|
4,375
|
0,3
|
4.
|
Jagunggiling4)
|
82
|
8,5
|
4,0
|
2,2
|
9
|
7,38
|
0,765
|
5.
|
Bungkil Kedelai5)
|
88,6
|
41,3
|
1,01
|
2,15
|
15
|
13,29
|
6,195
|
6.
|
Molases 2)
|
67.5
|
3.4
|
0.08
|
0.38
|
1
|
0,707
|
0,031
|
Total :
|
100
|
53,46
|
12,18
|
Sumber: 1 Lamid,(2012)
2 Thalib,
(2007)
3 Yudith, (2010)
4 Wahyuni (2004)
5 Saputra et al., (2013)
Tahap kedua
yaitu proses fermentasi. Ketiga perlakuan dimasukkan ke dalam plastik dan divacum
menggunakan vacum cleaner. Untuk
perlakuan 2 dan 3 daun tebu dibuat pakan komplit sesuai formulasi pada Tabel 2
diatas, serta perlakuan sebelum dimasukkan plastik ditambah EM4 2% terlebih dahulu. Selanjutnya tahap ketiga yaitu pengamatan, sampel tiap-tiap perlakuan
diambil pada hari ke 0, 5 dan 10. Kemudian sampel tersebut di uji nilai
kecernaan secara in vitro dengan metode Telly and Terry (1963).
3.6 Prosedur Analisis
kecernaan in- vitro
Prosedur dari analisa kecernaan secara in-vitro meliputi beberapa tahap, sebagai berikut :
1. Penyiapan cairan rumen.
Cairan rumen diambil dari sapi
yang berfistula diusahakan pengambilan
dengan hati-hati sehingga lingkungan cairan rumen tidak benyak berubah dari
aslinya. Setelah itu segera dibawa ke laboratorium, masukan ke dalam bejana toples berstirer
dan dialirkan gas CO2. Pengadukan dan pengaliran gas CO2 terus menerus dilakukan selama cairan rumen itu di pergunakan.
2. Penyiapan sampel yang akan diuji.
Semua bahan pakan yang akan diuji kecernaanya
digiling dulu sampai halus berdiameter 1 mm. Kemudian dimasukan kedalam toples plastik atau botol yang di
beri kode dan di tutup dengan rapat.
3.Prosedur Penentuan Kecernaan
In- vitro
Prosedur kerja fermentasi in-
vitro menggunakan modifikasi metode dua tingkat Tilley
and Terry (1963), proses in-vitro pada percobaan ini dilakukan dua tahap yaitu
:
1 .Tahap proses pencernaan
fermentatif
Pertama sampel
sebanyak 0,5 gram (BK) dimasukkan
ke dalam vermentor,
Lalu ditambahkan 50 ml larutan penyangga Mc
Dougall ke
dalam vermentor tersebut kemudian
ditutup dengan karet, Kondisi an aerob
dibuat dengan jalan mengalirkan gas CO2, setelah itu dilakukan
inkubasi selama 48 jam pada suhu 39oC dalam inkubator, dan fermentasi
dihentikan dengan menambahkan ( HCL pepsin) untuk membunuh mikroba.
2. Tahap proses pencernaan secara hidrolisis
Pertama masukkan 40 ml larutan
pepsin 0,2 % dalam 0,1 % HCl ke dalam vermentor percobaan, Kemudian diinkubasi
kembali (aerob) pada suhu 39oC selama 48 jam, lalu disentrifuge
2.500 rpm selama 15 menit untuk memisahkan supernatan dari endapan, dan sisa
penyaringan tadi diovenkan pada suhu 105oC selama 24 jam. Setelah
itu ditimbang dan dilanjutkan analisis bahan kering, bahan organik. Komposisi
saliva buatan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Larutan Mc.
Dougall (Saliva
Buatan).
Bahan
|
Jumlah (gr)
dalam 2 liter air
|
Na HCO3
|
98,034
|
Na2HPO4.7H2O
|
46,256
|
KCL
|
5,706
|
NaCL
|
4,708
|
MgSO4.7H2O
|
1,214
|
CaCl2
|
0,405
|
Sumber : Soebarinoto et al., (1991)
3.7. Analisa
Data
Data yang diperoleh dari bahan yang diamati kemudian akan
dianalisis menggunakan uji one way
annova. Apabila diperoleh hasil data berbeda
nyata dilanjutkan dengan uji lanjut
yaitu uji BNT.
0 Response to "kecernaan Bahan Kering ( KcBK ) dan Kecernaan Bahan Organik ( KcBO)"
Posting Komentar