loading...
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
RINGKASAN
I. PENDAHULUAN
1.1.... Lokasi
dan Letak Geografis12
1.2.... Sejarah
Perusahaan
1.3.... Bidang
Usaha yang Dijalankan
II. METODE
2.1.... Materi
2.2.... Cara
Kerja
2.3.... Waktu
dan Tempat
III. KEGIATAN
DAN PEMBAHASAN
3.1.... Kegiatan Rutin
3.1.1 Pemerahan
3.1.1.1 Pra Pemerahan...................................................................
3.1.1.2 Pelaksanaan
Pemerahan....................................................
3.1.1.3 Pacsa pemerahan...............................................................
3.1.2 Pembersihan Kandang....................................................................
3.1.3 Pakan
3.1.3.1 Pembuatan
Pakan..............................................................
a. Konsentrat...................................................................
b. Chopping.....................................................................
c. Pencampuran Pakan dan Distribusi Pakan
3.1.4 Reproduksi
3.1.5 Biosecurity dan Kesehatan Hewan...............................................
3.2.... Kegiatan
Insidental
3.2.1 Pemotongan Tanduk......................................................................
3.2.2 Pemotongan Kuku.........................................................................
3.2.3 Penimbangan
Bobot Badan...........................................................
3.3.... Kegiatan Penunjang
3.3.1 Pemupukan Kebun Rumput..........................................................
3.3.2 Penanganan Limbah......................................................................
3.4 Evaluasi Kecukupan Pakan
3.5.... Analisis
Ekonomi
IV. KESIMPULAN
DAN SARAN
4.1.... Kesimpulan
4.2.... Saran
DAFTAR PUSTAKA50
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Milking Parlour
2. Perlengkapan Pemerahan
3. Pemberian Pakan
4. Penggiringan ke Holding Area
5.
Kegiatan Pemerahan
6.
Predipping
7. Pemasangan Cluster
8. Pembersihan Area Pemerahan
9. Cooling Room
10. Pembersihan Kandang Sapi Laktasi
11. Merapihkan Bedding Kandang Laktasi
12. Pembersihan Kandang Sapi Dara
13. Pencampuran Pakan
14.Proses Pencacahan
15.Ciri-ciri sapi Birahi
16. Pelaksanaan Inseminasi Buatan
17. Kolam Desinfektan
18. Pemotongan Kuku
19. Pemupukan Lahan
20.Penanganan Limbah
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jumlah Sapi Perah Berdasarkan Kelompok
2. Area Pemerahan
3. Uji kualitas susu tanggal 27 januari
2017
4. Skor Deteksi Birahi
5. Program Vaksinasi
6. Bobot standar
7. Evaluasi Kecukupan Pakan
8. Kebutuhan bahan kering (BK) sapi laktasi pada 4% FCM
9. Kebutuhan zat makanan sapi perah betina dewasa per hari
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Produksi Susu Harian
2. Perhitungan Evaluasi
Pakan55
3. Analisis Ekonomi PT.
Fajar Taurus Indonesia59
4. Struktur Organisasi62
RINGKASAN
Praktik Kerja
dengan judul Tatalaksana Kegiatan
Pemerahan pada Sapi Perah di PT. Fajar Taurus Indonesia Sukabumi - Jawa Barat
dilaksanakan pada tanggal 10 Januari sampai dengan 10 Februari 2017. Lokasi kerja praktik di PT. Fajar Taurus Indonesia di Jalan Raya
Bogor - Sukabumi km 10, tepatnya di Jalan Tenjo Ayu, Desa Benda, Kecamatan
Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Materi
yang digunakan adalah sapi perah jenis Friesian
Holstein (FH) sebanyak 350 ekor sapi laktasi. Tatalaksana yang dilakukan
meliputi kegiatan rutin, kegiatan insidental dan kegiatan penunjang. Kegiatan
rutin yang dilakukan meliputi pembuatan pakan serta
pemberian pakan dan minum, pembersihan kandang, pemerahan serta pendistribusian
dan reproduksi. Kegiatan insidental yang dilakukan yaitu pemotongan kuku,
pemotongan tanduk, penanganan kelahiran pedet dan perawatan kesehatan. Kegiatan
penunjang yang dilakukan yaitu pembuatan silase.
Kegiatan pemerahan yang dilakukan di PT Fajar
Taurus Indonesia sebanyak dua kali yaitu pagi hari pada pukul 08:00 WIB sampai
dengan selesai dan malam hari pada pukul 20:00 WIB sampai dengan selesai.
Kegiatan pemerahan dilakukan sesuai SOP (
Standard Operasional Procedure ) dengan menggunakan alat pemerahan otomatis
yaitu milking parlour. Produksi
rata-rata susu yang dihasilkan yaitu sekitar 12 liter/hari.
Dalam
praktik kerja tersebut membahas kegiatan-kegiatan,
rutin, insidental serta kegiatan penunjang dan tatalaksana kegiatan pemerahan sapi perah di PT. Fajar Taurus Indonesia. Pemeliharaan serta kegiatan pemerahan dilakukan
sesuai SOP . Sehingga dapat disimpulkan bahwa manajemen pemeliharaan dan tatalaksana pemerahan di PT. Fajar Taurus Indonesia sudah baik karena sudah memakai peralatan modern.
Kata kunci : Sapi Friesian Holstein, pemeliharaan,
pemerahan.
I. PENDAHULUAN
1.1. Lokasi dan Letak Geografis
Lokasi PT. Fajar Taurus Indonesia
berada di Jalan
Raya Bogor-Sukabumi km 10, tepatnya di Jalan Tenjo Ayu, Desa Benda, Kecamatan
Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, dengan batas-batas lokasi , sebelah Utara berbatasan dengan Kampung
Manggis Hilir , sebelah Selatan dengan Kampung Cilayur , sebelah Barat dengan PT. Delima dan sebelah Timur berbatasan dengan Kampung Manggis Girang
.
Desa Benda secara geografis berada pada
ketinggian 500 - 550 m di atas permukaan laut. Suhu udara di PT. Fajar Taurus
Indonesia berkisar 19 - 29˚C dengan curah hujan 3.200 mm per tahun dan kelembaban relatif udara 70 - 80%. PT. Fajar
Taurus menempati area seluas 50 ha dengan luas bangunan 10 ha, luas lahan
hijauan 32 ha dan luas lahan palawija 8 ha. Luas lahan 32 ha terdiri dari 12
blok (A sampai dengan L), 4 blok di Cilayur, Taurus II di Desa Benda, Kuta, Tenjo Ayu, dan
4 blok di Pecantilan.
1.2. Sejarah Perusahaan
PT.
Fajar Taurus Indonesia awalnya merupakan suatu perusahaan peternak kecil milik Ny. Suhardani Bustanil Arifin yang memelihara 9 ekor sapi induk
PFH. Usaha peternakan sapi perah dimulai
pada tahun 1966 berlokasi di Cijantung, Jakarta. Pada tahun 1973 dibuka unit
cabang di Tenjo Ayu, Sukabumi. Pada
tanggal 12 Mei
1974 perusahaan ini diubah menjadi perseroan dengan nama PT. Fajar Taurus. Tujuan
utama didirikannya adalah membuka lapangan usaha untuk peningkatan gizi masyarakat. Pada tahun 1975
diadakan penambahan sapi laktasi jenis Friesian
Holstein sebanyak 30 ekor dan pada tahun yang sama PT. Fajar Taurus
Indonesia telah mempunyai lahan kurang lebih 10 ha di Tenjo Ayu, Desa Benda, Sukabumi. Pada
tahun 1976 dibangun fasilitas perusahaan seperti kantor, mess, rumah pimpinan
di lokasi yang baru dan memperluas kahan menjadi 15 ha. Pada tahun 1977 dibuat
sumur artesis dengan kedalaman 80 m sekitar 10 m dari kandang Taurus 1 dan 100
m dari kandang Taurus II.
Tahun 1979 seluruh kegiatan dipindahkan ke
Kampung Tenjo Ayu Kabupaten Sukabumi. Tahun 2001 dilanjutkan dengan merintis
pembuatan 1 unit kandang tipe Free-Stall barn. Sampai saat ini telah
terdapat 3 unit kandang free stall barn yang diperuntukkan sapi laktasi. Jumlah sapi perah di PT. Fajar
Taurus Indonesia saat ini berjumlah 685 ekor yang terdiri dari sapi laktasi, bunting
kering, kering kosong, dara bunting, dara siap kawin (DSK), dara pra kawin 1 (DPK
1), dara pra kawin 2 (DPK 2), dara pra kawin 3 (DPK 3), pedet lepas susu (PLS) dan pedet
minum susu (PMS).
1.3. Bidang Usaha yang Dijalankan
Peternakan PT. Fajar Taurus
berusaha
dalam bidang peternakan sapi dan kambing perah, yang mempunyai tujuan utama
yaitu menghasilkan produksi susu guna
meningkatkan kesehatan masyarakat serta membuka
lapangan usaha. Kegiatan yang dilakukan PT. Fajar Taurus Indonesia adalah :
1.
Pemeliharaan sapi perah dengan
kegiatan rutin, kegiatan insidental, dan kegiatan penunjang.
2.
Memproduksi susu sapi perah
kemudian akan dilakukan pengolahan tahap pertama yaitu pendinginan.
3.
Pemasaran produk susu sapi dan
susu kambing ke perusahaan pengolahan
susu PT. Yummy Food Utama dan sebagai produknya adalah yoghurt.
II. METODE
2.1 Materi
Materi yang digunakan dalam pelaksanaan praktik kerja adalah sebagai berikut:
1.
Sapi perah bangsa Friesian Holstein dengan populasi 685 ekor (Tabel. 1. Jumlah sapi perah berdasarkan
kelompok)
2.
Alat perkandangan yang digunakan yaitu selang, pendorong pembersih lantai, skop, meteran, karung
pakan, timbangan. Alat pemerahan seperti
milk can, milking parlour, sapu
tangan, ember plastik, kompor gas. Alat-alat pendukung seperti mesin pencacah
rumput, pompa air, Truk TMR, Truk pengangkut hijaun, Vertikal Mixing, truk pengangkut susu, cooling unit, botol susu, ember plastik, karung pakan, sapu lidi,
pemotong kuku, dehorner, ear tag.
Tabel 1. Jumlah Sapi Perah Berdasarkan Kelompok
No
|
Kelompok
|
Jumlah (Ekor)
|
1
|
Pedet Minum Susu
(PMS)
|
33
|
2
|
Pedet Lepas Susu
(PLS)
|
29
|
3
|
Dara Pra Kawin 1
(DPK 1)
|
41
|
4
|
Dara Pra Kawin 2
(DPK 2)
|
18
|
5
|
Dara Pra Kawin 3
(DPK 3)
|
24
|
6
|
Dara Siap Kawin
(DSK)
|
42
|
7
|
Dara Bunting
(DB)
|
52
|
8
|
Bunting Kering
(BK)
|
80
|
9
|
Kering Kosong
(KK)
|
15
|
10
|
Laktasi
|
350
|
Total
|
685
|
Sumber : Data PT.
Fajar Taurus Indonesia, 11-01-2017
2.2 Cara Kerja
Kegiatan – kegiatan yang dilakukan selama praktik kerja di PT. Fajar Taurus Indonesia meliputi:
1.
Kegiatan
Rutin meliputi : pemberian pakan dan air minum, permbersihan kandang ,
pemerahan, kegiatan reproduksi, penanganan kesehatan ternak.
2.
Kegiatan
insidental seperti : pemotongan kuku,, penimbangan bobot badan, pemotongan
tanduk, penanganan kelahiran.
3.
Kegiatan
penunjang meliputi : pemupukan lahan
hijauan, evaluasi dan diskusi bersama pimpinan perusahaan.
2.3 Waktu dan Tempat
Kegiatan praktik kerja dilaksanakan selama 4
minggu (30 hari) yaitu pada tanggal 10 Januari 2017 – 10 Februari 2017. Tempat praktik kerja di PT. Fajar Taurus Indonesia yang berlokasi
di Jalan Tenjo Ayu, Desa Benda, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa
Barat.
III. KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Kegiatan Rutin
3.1.1 Pemerahan
Pemerahan adalah tindakan mengeluarkan susu dari ambing. Pemerahan
bertujuan untuk mendapatkan produksi susu yang maksimal. Menurut Putra (2009) tujuan
dari pemerahan adalah untuk mendapatkan jumlah susu maksimal dari ambingnya,
apabila pemerahan tidak sempurna sapi induk cenderung untuk menjadi kering
terlalu cepat dan produksi total cenderung menjadi kering terlalu cepat dan
produksi total menjadi menurun. Terdapat tiga tahap pemerahan yaitu pra pemerahan, pelaksanaan
pemerahan dan pasca pemerahan.
Pemerahan merupakan tahap dimana produk utama berupa susu dihasilkan dan
dilakukan oleh divisi milking. Pemerahan menggunakan alat
pemerah otomatis yaitu milking parlour (Gambar
1. Milking Parlour). Pemerahan
dilakukan pada milking parlour, lahan
pelepasan, lahan tunggu pemerahan, dan cooling
room (ukurannya pada Tabel 2. Area Pemerahan).
Tabel 2. Area Pemerahan
Panjang (m)
|
Lebar(m)
|
Luas (m2)
|
|
Lahan
pemerahan
|
|||
Central milking
|
9
|
1,82
|
16,38
|
Milking parlour
|
10
|
1,48
|
14,8
|
Cooling room
|
|||
Tangka
A
|
6
|
3,9
|
23,4
|
Tangka
B
|
3,6
|
2,4
|
8,64
|
Lahan
tunggu pemerahan
|
|||
Lahan
tunggu I
|
8,89
|
4,7
|
41,783
|
Central
alley
|
3,24
|
2,78
|
9,0072
|
Lahan
tunggu II
|
18,87
|
17,22
|
324,9414
|
Lahan
pelepasan
|
3,14
|
13
|
265,33
|
3.1.1.1 Pra Pemerahan
Sebelum melakukan proses pemerahan ada beberapa
hal yang harus dipersiapkan yaitu perlengkapan pemerahan seperti ember (untuk desinfektan dan untuk menyimpan
kain lap kotor), dan kain lap putih,
penutup cluster, obat-obatan
(neoantisep), botol dipping ( predipping dan postdipping), tempat back
flush. (Gambar 2. Perlengkapan Pemerahan). Kemudian dilakukan pembilasan
alat perah menggunakan air hangat yang bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa
susu yang tertinggal pada saluran mesin perah. Persiapan dan pembilasan alat
pemerahan dilakukan pada pukul 07:30 WIB – 08:00 WIB. Desinfektan dapat
membunuh kuman-kuman yang menempel pada peralatan. Proses pencucian dengan air
kemudian dibilas dengan air panas (Siregar,1989). Proses pencucian alat saat
pemerahan sangatlah penting karena dengan menggunakan alat yang kotor sangat
mempengaruhi hasil dari pemerahan. Sisa – sisa kotoran yang menempel pada
peralatan pemerahan harus benar – benar dibersihkan dan peralatan seperti kain
lap harus secara rutin dicuci dengan menggunakan sabun.
Gambar 2. Perlengkapan Pemerahan
Bersamaan dengan proses persiapan peralatan
pemerahan ternak juga diberi pakan terlebih dahulu dengan menggunakan pakan Total Mixed Ratio (TMR) yang
didistribusikan dengan menggunakan mobil khusus . Pemberian pakan TMR secara berurutan sesuai dengan
kelompok tingkat produksi susu yang dihasilkan (peak, med dan low) (dapat
dilihat pada Gambar 3. Pemberian Pakan). Pakan TMR merupakan pakan campuran
antara pakan hijauan dengan konsentrat. Setiap pemberian pakan TMR sapi laktasi
berbeda-beda tergantung dengan status fisiologi sapi. Menurut Bamualim, dkk
(2008) bahwa konsentrat merupakan pakan tambahan pada pakan sapi perah.
Walaupun kualitas pakan konsentrat pada umumya lebih baik dibandingkan dengan
pakan hijauan, namun kualitas sangat variatif tergantung pada jenis bahan baku,
musim dan tempat asal sumber konsentrat tersebut. Tatalaksana juga dapat meningkatkan kemampuan berproduksi susu sapi perah induk yang dipelihara oleh peternak. Perbaikan tatalaksana yang paling memungkinkan adalah tata laksana pemberian pakan berupa frekuensi pemberiannya. Umumnya peternak sapi perah di Indonesia memberikan pakan kepada sapi perahnya hanya dua kali dalam sehari.
Padahal beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan frekuensi pemberian pakan dapat meningkatkan kemampuan berproduksi susu sapi perah Sapi perah yang mempunyai kemampuan berproduksi susu tinggi membutuhkan zat gizi yang relatif banyak dalam pakannya. Pemberian pakan dua kali dalam sehari menyebabkan ketidakmampuan sapi perah untuk mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang relatif banyak. Hal ini sebenarnya dapat ditanggulangi dengan meningkatkan frekuensi pemberian pakan lebih dari dua kali dalam sehari.
Padahal beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan frekuensi pemberian pakan dapat meningkatkan kemampuan berproduksi susu sapi perah Sapi perah yang mempunyai kemampuan berproduksi susu tinggi membutuhkan zat gizi yang relatif banyak dalam pakannya. Pemberian pakan dua kali dalam sehari menyebabkan ketidakmampuan sapi perah untuk mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang relatif banyak. Hal ini sebenarnya dapat ditanggulangi dengan meningkatkan frekuensi pemberian pakan lebih dari dua kali dalam sehari.
Gambar 3. Pemberian Pakan
Ternak setelah diberi pakan digiring ke Holding Area untuk melakukan proses
pemerahan . Ternak yang akan diperah digiring dari pen
kemudian di tempatkan pada lahan tunggu pemerahan dan disediakan tempat minum
yang berisi elektrovit. Sebelum pemerahan, bak minum harus sudah terisi penuh
dan sudah bersih. Pemberian elektrovit pada bak air minum jika terjadi diare
masal.(dapat dilihat pada Gambar 4. Penggiringan ke Lahan
Tunggu). Menurut Hulsen (2012) bahwa dalam penggiringan
ternak harus diperhatikan cow signal
yaitu tingkah laku ternak tersebut. Ketika operator berjalan dengan membuat
ternak takut maka ternak tersebut akan stress. Sedangkan jika operator berjalan
dengan biasa dan tenang maka ternak akan mengikuti apa yang akan diminta oleh
operator. Dalam penggiringan operator tidak boleh memukul, menendang,
mendorong, menyakiti dan membuat suara yang mengganggu ternak. Di dalam cow signal ketika operator bergerak dari
arah berlawanan maka ternak akan berjalan mengikuti arahan operator, semisalnya
operator menggiring dari arah kiri maka ternak akan mengarah lurus dan ke
kanan. Sehingga jika mengikuti cow signal
maka tidak perlu memukul, mendorong atau bahkan menyakiti ternak dalam penggiringan
ke tempat pemerahan atau kembali kedalam kandang.
Gambar 4. Penggiringan ke Holding Area
3.1.1.2 Pelaksanaan Pemerahan
Proses pemerahan yang baik harus dalam interval yang teratur, cepat, dikerjakan dengan kelembutan,
pemerahan dilakukan sampai tuntas, tengan menggunakan
prosedur sanitasi, serta efisien dalam menggunaan tenaga kerja
(Prihadi, 1996). Kegiatan pemerahan di PT. Fajar
Taurus Indonesia dilakukan dua kali dalam 1 hari yaitu pagi pukul 08.00 WIB dan
malam pukul 20.00 WIB dengan interval pemerahan 12 jam (Gambar . Kegiatan
Pemerahan). Tujuannya untuk menjaga agar kualitas susu sama antar pemerahan
waktu pagi dan malam hari. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ensminger dan
Howard (2006) , bahwa interval pemerahan dapat menentukan susu yang dihasilkan.
Intervalnya sama yakni 12 jam, produksi susu yang dihasilkan pada waktu pagi
dan sore akan sama. Namun, jika interval pemerhan tidak sama , produksi susu
yang dihasilkan pada sore lebih sedikit daripada susu yang dihasilkan pada pagi
hari. Kadar lemak susu yang diperah pada sore hari (3,69%) lebih tinggi dari pada pemerahan pagi hari (3,17%). Hal ini disebabkan interval waktu pemerahan pagi sampai sore hari lebih pendek dari interval waktu pemerahan sore sampai pagi hari. Pada saat sapi mengkonsumsi pakan pada
sore sampai pagi hari, diperoleh waktu yang relatif
panjang dalam membentuk air susu dibanding waktu pagi sampai sore hari. Semakin tinggi produksi susu maka kadar lemak susu akan semakin rendah dan sebaliknya. Menurut Mardalena (2008) waktu pemerahan menghasilkan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar lemak susu dimana kadar lemak susu sore hari lebih tinggi dari
pada pagi hari.
Gambar 5. Kegiatan Pemerahan
Setiap peternak sapi perah dalam melakukan pemerahan harus
berupaya
untuk mendapatkan hasil susu yang bersih dan sehat. Kuantitas dan kualitas hasil pemerahan tergantung pada tatalaksana pemeliharaan dan pemerahan yang
dilakukan ( Handayani dan Purwanti, 2010). Pelaksanaan pemerahan pada sapi laktasi dilakukan secara berurutan yaitu dimulai dari kandang stall barn 1, kandang 3, kandang 2, kandang kayu, kandang sapi yang baru melahirkan, dan kandang sapi mastitis. Pengaturan urutan sapi dalam proses pemerahan bertujuan untuk mempermudah proses pencatatan produksi susu. Sapi yang menderita mastitis ditempatkan pada urutan terakhir dengan tujuan menghindari penularan penyakit. Menurut Putra (2009) tujuan dari pemerahan adalah menjaga agar sapi tetap sehat dan ambing tidak rusak karena pelaksanaan pemerahan yang kurang baik mudah sekali menimbulkan kerusakan pada mabing dan puting karena infeksi mastitis yang sangat merugikan.
untuk mendapatkan hasil susu yang bersih dan sehat. Kuantitas dan kualitas hasil pemerahan tergantung pada tatalaksana pemeliharaan dan pemerahan yang
dilakukan ( Handayani dan Purwanti, 2010). Pelaksanaan pemerahan pada sapi laktasi dilakukan secara berurutan yaitu dimulai dari kandang stall barn 1, kandang 3, kandang 2, kandang kayu, kandang sapi yang baru melahirkan, dan kandang sapi mastitis. Pengaturan urutan sapi dalam proses pemerahan bertujuan untuk mempermudah proses pencatatan produksi susu. Sapi yang menderita mastitis ditempatkan pada urutan terakhir dengan tujuan menghindari penularan penyakit. Menurut Putra (2009) tujuan dari pemerahan adalah menjaga agar sapi tetap sehat dan ambing tidak rusak karena pelaksanaan pemerahan yang kurang baik mudah sekali menimbulkan kerusakan pada mabing dan puting karena infeksi mastitis yang sangat merugikan.
Pembersihan pada area pemerahan dilakukan
sebelum dan sesudah pemerahan ( Gambar 6.
Pembersihan Area Pemerahan ).
Langkah pelaksanaan pemerahan di PT. Fajar Taurus Indonesia dilaksanakan
sebagai berikut :
1. Pencucian puting dengan air hangat.
Usahakan semua puting dicuci dengan bersih dan
merata tanpa ada kotoran sedikitpun.
2. Puting dilap dengan kain putih bersih.
Kain lap yang digunakan harus selalu bersih dan
setelah digunakan untuk mengelap puting, kain langsung direndam kembali.
3. Predipping yaitu pencelupan puting ke dalam cairan iodin
untuk mensterilkan dari mikroorganisme. (Gambar 6. predipping)
Gambar 6. Predipping
4. Udder
scrabing, yaitu pembersihan
puting susu dengan kain lap.
5. Stripping yaitu proses pemerahan dengan tangan untuk
mengidentifkasi ternak yang terkena mastitis.
6. Pemasangan alat pemerahan ( cluster ) (Gambar . Pemasangan Cluster)
Gambar 7. Pemasangan Cluster
7. Postdipping , mencelupkan putting ke dalam cairan iodin agar
lubang puting yang masih terbuka tidak terkontaminasi.
Gilson (2015) menyatakan bahwa pencelupan
puting sebelum
pemerahan bertujuan untuk memastikan
kebersihan ambing saat akan diperah
yaitu dengan membunuh mikroorganisme
yang melekat pada ambing. Pemilihan
bahan yang digunakan sebagai
desinfektan adalah iodine
2%. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugiri dan
Anri (2014) bahwa
desinfektan yang paling efektif adalah
iodine dengan konsentrasi 0,5-2%, desinfektan tersebut lebih
efektif dibanding Benzalkonium
chloroide dan
iodine dengan konsentrasi 1%. Iodine mampu membunuh bakteri secara cepat jika
dibanding dengan desinfektan
jenis lain. Affandi et
al. (2009) menyatakan bahwa povidone iodine merupakan bahan yang sering
digunakan sebagai
antiseptik, karena dapat mengurangi populasi bakteri hingga 85%.
8. Back
flush, yaitu pencelupan cluster pada desinfektan supaya bersih
dari kotoran.
Sebelum dilakukan pemerahan ambing perlu dicuci. Pencucian ambing berfungsi agar ambing dalam keadaan bersih dan
merangsang keluarnya
air susu, sehingga dalam pencucian ini perlu diperhatikan agar peternak tidak banyak kehilangan produksi susu. Kentjonowaty et al. (2014) menyatakan bahwa pencucian ambing erat hubungannya dengan perangsangan dan aktifitas hormon oxytocin. Hormon oxytocin merupakan hormon yang khusus untuk merangsang keluarnya air susu dari alveoli. Kerja oxytocin berlangsung 6 - 8 menit sehingga pemerahan perlu dilakukan secara cepat dan optimal agar produksi susu dapat diperoleh sebanyak banyaknya, pemerahan susu yang tidak optimal menyebabkan penurunan kualitas komponen susu karena terdapat residual milk terutama pada kadar lemak yang disebabkan oleh adanya sel somatik dalam jumlah banyak sehingga kadar lemak turun. Sel somatik dalam susu merupakan sekresi epitel dan leokosit dalam susu. Pencucian ambing menggunakan air bersuhu 37°C berguna untuk menghindari pencemaran bakteri dan juga merangsang keluarnya susu dari kelenjar-kelenjar susu dengan optimal, karena suhu 37°C merupakan suhu normal tubuh sapi dan ternak merasa nyaman karena hormon oxytocin bekerja dengan efektif dan menghambat keluarnya hormon adrenalin yang mengakibatkan terhentinya hormon oxytocin.
air susu, sehingga dalam pencucian ini perlu diperhatikan agar peternak tidak banyak kehilangan produksi susu. Kentjonowaty et al. (2014) menyatakan bahwa pencucian ambing erat hubungannya dengan perangsangan dan aktifitas hormon oxytocin. Hormon oxytocin merupakan hormon yang khusus untuk merangsang keluarnya air susu dari alveoli. Kerja oxytocin berlangsung 6 - 8 menit sehingga pemerahan perlu dilakukan secara cepat dan optimal agar produksi susu dapat diperoleh sebanyak banyaknya, pemerahan susu yang tidak optimal menyebabkan penurunan kualitas komponen susu karena terdapat residual milk terutama pada kadar lemak yang disebabkan oleh adanya sel somatik dalam jumlah banyak sehingga kadar lemak turun. Sel somatik dalam susu merupakan sekresi epitel dan leokosit dalam susu. Pencucian ambing menggunakan air bersuhu 37°C berguna untuk menghindari pencemaran bakteri dan juga merangsang keluarnya susu dari kelenjar-kelenjar susu dengan optimal, karena suhu 37°C merupakan suhu normal tubuh sapi dan ternak merasa nyaman karena hormon oxytocin bekerja dengan efektif dan menghambat keluarnya hormon adrenalin yang mengakibatkan terhentinya hormon oxytocin.
Gambar 8. Pembersihan Area Pemerahan
3.1.1.3 Pacsa Pemerahan
Kegiatan akhir pelaksanaan pemerahan di PT. Fajar
Taurus adalah melakukan backflush
yaitu membersihkan alat perah sehingga mengurangi kemungkinan penyebaran
penyakit antar sapi melalui alat perah.
Ternak sapi yang telah diperah selanjutnya digiring kembali ke
masing-masing pen melalui jalur keluar yang telah tersedia. Kemudian susu yang
dihasilkan dari ternak yang diperah dialirkan ke ruangan pendingin (cooling room). (Gambar . Cooling Room).
Gambar 9. Cooling Room
Produksi susu yang dihasilkan di PT. Fajar Taurus
Indonesia setiap harinya bisa mencapai rata-rata 12,07 liter/ekor/hari (dapat
dilihat pada Lampiran 1 ). Potensi
produktivitas ternak pada dasarnya dipengaruhi faktor genetik, lingkungan serta
interaksi antara genetik dan lingkungan (Karnaen dan Arifin, 2009). Faktor
genetik yang berpengaruh adalah bangsa ternak, sedangkan faktor lingkungan
antara lain pakan, iklim, ketinggian tempat, bobot badan, penyakit, kebuntingan
dan jarak beranak, bulan laktasi serta paritas (Epaphras, et al., 2009).
Ketinggian tempat lokasi usaha peternakan dapat mempengaruhi penampilan
produksi sapi perah.
Uji kualitas yang
dilakukan hanya uji alkohol yaitu susu sebanyak 3ml dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, kemudian
ditambahkan 3ml alkohol 70%. Tabung dikocok perlahan - lahan. Uji alkohol
positif ditandai dengan adanya butiran
susu yang melekat pada dinding tabung reaksi, sedangkan tidak terdapatnya
butiran menandakan uji alkohol negatif (Nababan,2015).
Menurut Yuliati (2015), uji alkohol positif menunjukkan terjadi penurunan
kualitas susu segar, meskipun secara fisik nampak susu masih terlihat baik.
Hasil tersebut diduga terkait erat dengan sanitasi kandang, sapi dan wadah susu
segar yang kurang baik serta higiene pekerja/pemerah yang tidak higienis pada
waktu pemerahan. Hal tersebut mengindikasikan adanya keberadaan bakteri yang
cukup tinggi di sekitar kandang, sehingga mengkontaminasi susu segar tersebut. Hal ini sesuai dengan yang dilakukan di PT
Fajar Taurus Indonesia. Setelah pengecekan uji alkohol hasilnya negative
kemudian susu siap didistribusikan ke PT.Yummy Food Utama dan Ayu Naturalie. Susu hasil pemerahan pagi hari dan malam hari di simpan pada cooling unit berbeda berupa tangki
dengan kapasitas 2100 L dan 1800 L. Suhu pada tangki cooling sekitar 0,40C sedangkan suhu susu yaitu sekitar
6 - 70C.
Susu kolostrum akan di simpan pada colostrum
bank pada suhu 0,20C. Apabila kolostrum akan digunakan atau
diberikan pada pedet, kolostrum ini akan di pasteurisasi terlebih dahulu.Uji kualitas susu
yang lain dilakukan di PT Yummy Food Utama dengan hasil uji kualitas susu pada
tangki bagian depan (D) dan belakang (B) sebagai berikut :
Tabel 3. Uji Kualitas Susu Tanggal
27 Januari 2017
Antibiotik
|
D + B
negatif
|
Ph
|
D 6,7 dan B 6,76
|
Alkohol test
|
D+B negatif
|
Kadar lemak (%)
|
D 40 % dan B 39
%
|
Kadar air (%)
|
D 87,62 % dan B
87,23 %
|
SNF (%)
|
D 8,38 % dan B
8,87 %
|
TS
|
D 12,38 % dan B
12,77 %
|
Temperatur
|
D 5,6oC
dan B 7,7oC
|
TPC
|
8,9 x 105
|
E coli
|
5,1 x 103
|
Sumber : Data PT Yummy Food Utama.
3.1.2 Pembersihan Kandang
Sanitasi adalah suatu kegiatan yang meliputi
kebersihan kandnag dan lingkungannya , karena dengan keadaan lingkungan dan
kandang yang bersih kesehatan ternak akan terjamin. Kandang dan lingkungannya
harus selalu bersih karena produksi sapi perah berupa susu yang mudah menyerap
bau dan mudah rusak. Untuk itu air bersih harus mutlak tersedia (Ernawati,
2000). Lantai
kandang dibersihkan dua kali sehari yaitu pada saat sapi pada pen tersebut
sedang di perah. Program pembersihan dan sanitasi kandang dilakukan dengan menyikat lantai kandang merupakan
salah satu kegiatan sanitasi yang dilakukan guna menghindari terjadinya lantai yang
licin. Lantai yang licin dapat disebabkan karena adanya lumut, sehingga dapat
mebahayakan sapi yakni sapi dapat terpeleset dan dapat menyebabkan cidera atau
pincang. Penyikatan dan sanitasi kandang dilakukan dengan penambahan kaporit atau kapur.
Penggunaan kaporit dianggap kuarang aman bagi ternak jika dibandingkan dengan
kapur.
Kebersihan kandang merupakan faktor yang mempengaruhi kesehatan ternak. Sanitasi
kandang 1, 2, dan 3 dilakukan dua kali sehari yaitu pukul 07.00 WIB dan 13.00
WIB. Adapun dilakukannya
pengapuran bertujuan mencegah dan membunuh mikroorganisma termasuk jamur. Kapur
merupakan desinfektan
yang ekonomis jika dibandingkan dengan kaporit. Kapur ditaburkan ke lantai
kandang lalu disikat keseluruhan kandang hingga bersih. Lingkungan kandang sapi dara di TDF 2 juga dibersihkan dua kali
dalam seminggunya. Pembersihan lingkungan kandang meliputi pencabutan rumput-rumput liar dan
sampah yang berada dilingkungan kandang.
Kegiatan pembersihan kandang dilakukan secara rutin yang meliputi:
a.
Pembersihan tempat pakan dengan mengambil sisa pakan kemudian dimasukan dan
ditimbang. Penimbangan sisa pakan bertujuan untuk mengetahui jumlah pakan yang
dimakan oleh ternak sehingga dapar dievaluasi konsumsi pakannya.
b.
Pembersihan tempat minum dengan cara menguras bak air
minum hingga bersih. Air yang kotor
dibuang dan dialirkan pada selokan yang ada di sekitar pinggir kandang.
Pengurasan air minum bertujuan untuk menjaga kesehatan ternak supaya ternak
tidak meminum air yang sudah kotor dan tercemar.
c.
Pembersihan kandang dengan menyemprotkan air bertekanan
tinggi menggunakan selang dan alat
pendorong pada feses dalam kandang. (dapat dilihat pada
Gambar 10.
Pembersihan Kandang Laktasi).
Gambar 10. Pembersihan Kandang Sapi Laktasi
d.
Merapihkan
dan mengganti bedding sesuai dengan jadwal yang ditentukan dan jika sudah basah. Bedding diganti setiap satu minggu
sekali yaitu setiap hari Jumat atau Sabtu. (dapat dilihat pada
Gambar 11. Merapihkan Bedding Kandang
Laktasi).
Gambar 11. Merapihkan Bedding Kandang Laktasi
e.
Membersihkan
kandang sapi dara dan memandikan sapi yang kotor di kandang
Taurus Dairy
Farm 2 (dapat dilihat pada Gambar 3. Pembersihan Kandang Dara).
Gambar 12. Pembersihan Kandang Sapi Dara
3.1.3 Pakan
3.1.3.1 Pembuatan Pakan
a. Konsentrat
Pakan konsentrat dibuat
di gudang pakan PT. Fajar Taurus Indonesia dengan
menggunakan Mixer . Mixer yang digunakan
adalah jenis vertical mixer dengan ukuran tinggi 4 m dan lebar 1,32 m. Bahan pakan yang akan digunakan untuk
membuat konsentrat ditimbang terlebih dahulu sesuai
dengan kebutuhan ternak yang disesuaikan dengan produksi susu (peak, med
dan low) dan fase pertumbuhannya. Pada sapi perah zat makanan yang baik untuk
hidup pokok dan produksi terdiri dari protein energi , mineral vitamin dan air.
Sapi perah sebaiknya dikelompokan dan diberi pakan menurut produksi susu dan
status produksinya (Nugroho , 2008).
Kapasitas vertical mixer yang digunakan PT. Fajar Taurus
Indonesia adalah 1 ton. Proses sekali mixing sampai pengemasan membutuhkan waktu + 50 menit. Pemasukan bahan pakan
membutuhkan waktu 20 - 25 menit (dapat dilihat pada Gambar 13. Pencampuran Pakan), proses mixing membutuhkan waktu 10 - 15 menit, dan pengemasan
ke dalam karung 10 - 12 menit. Bahan pakan yang telah di mixing kemudian dikeluarkan dari mixer dan langsung dimasukkan ke dalam karung kemudian ditimbang
sesuai dengan pemberian kemudian diikat dan diberi tanda sesuai dengan fase pertumbuhan dan tingkat
produksi susunya selanjutnya disusun di depan gudang
untuk memudahkan distribusi pakan.
Gambar 13. Pencampuran Pakan
b. Chopping
PT. Fajar Taurus Indonesia
menggunakan rumput gajah (Pennisetum
pupureum) sebagai sumber pakan hijauan. Pakan hijauan yang diberikan kepada
ternak sebelumnya dicacah terlebih dahulu. Proses pencacahan ini dilakukan pada
mesin chopper seperti pada gambar 14.
Menurut Wahyono (2004), bahan-bahan sumber serat (hijauan) dipotong-potong
dengan alat pemotong (chopper) dengan ukuran 0,5 – 1 cm.
Ukuran potongan hijauan bervariasi
mulai dari ukuran 3 - 12 cm. Panjang potongan yang beragam disebabkan karena pisau
pemotongannya sudah tidak tajam. Ukuran cacahan ini dapat mempengaruhi feed intake.
Pencacahan hijauan bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel pakan. Ukuran
partikel yang kecil menaikkan konsumsi pakan daripada ukuran partikel yang
lebih besar. Ukuran partikel hijauan dapat mempengaruhi jecernaan dari pakan
hijauan tersebut. Apabila hijauan dipotong terlalu besar maka akan menurunkan
kecernaan hijauan (Arora, 1989).
Gambar 14.Proses Pencacahan
c. Pencampuran Pakan dan Distribusi Pakan
Pakan yang akan diberikan
pada ternak berupa campuran hijauan dan konsentrat dicampur menggunakan
mesin TMR (Total Mixed Ration). Perbandingan hijauan dan konsentrat (as fed)
pada mesin TMR adalah 80% : 20% (dapat dilihat di Lampiran 4). Pemberian pakan
menggunakan TMR hanya digunakan untuk pakan sapi laktasi dan bunting.
Konsentrat dimasukkan ke TMR sesuai dengan kebutuhan, kemudian hijauan hasil
pencacahan dimasukkan ke dalam TMR yang juga disesuaikan dengan kebutuhan
ternak.
Menurut Pertiwi (2015), sistem pemberian TMR adalah suatu cara penyajian pakan
kasar dan konsentrat secara bersamaan. Keseimbangan nutrien dapat lebih terjaga
dengan pemberian TMR. Kelangkaan pakan segar dapat diatasi dengan penggunaan
TMR kering, selain itu kestabilan pH rumen juga dapat terjaga dengan penggunaan
TMR.
3.1.4 Reproduksi
Sapi perah di PT. Fajar Taurus Indonesia dikawinkan pertama kali pada umur 16 bulan atau pada bobot 300 kg untuk sapi dara, dan pada 80-90 hari
setelah partus.
Setyaningsih (2009) menyatakan bahwa sapi perah pertama kali dikawinkan
harus di atas 15 bulan, umur saat pertama kali dikawinkan selain genetik
ditentukan pula oleh lingkungan terutama manajemen pemberian pakan. Umur beranak pertama dipengaruhi oleh dewasa
tubuh dan dewasa kelamin, semakin cepat tercapai bobot tertentu, dewasa tubuh
semakin cepat. Perkawinan pertama seekor sapi perah dara tergantung pada faktor utama
yaitu umur dan berat badan. Apabila
perkawinan sapi perah dara terlalu cepat dengan kondisi tubuh yang terlalu
kecil, maka akibat yang terjadi adalah sapi perah akan mengalami kesulitan pada
saat melahirkan dan keadaan tubuh yang tetap kecil nantinya setelah menjadi
induk dapat berakibat kemandulan dan rendahnya produksi susu. Sapi perah dara sudah siap dikawinkan setelah
mencapai umur 15-18 bulan dengan berat rata-rata 300 kg, hal tersebut disebabkan karena sapi
yang bersangkutan telah mendapatkan pakan yang cukup dan mencapai berat badan
yang di kehendaki pada kisaran umur 28-30 bulan dapat beranak (Nurdin, 2011).
Tatalaksana kegiatan
reproduksi di PT. Fajar Taurus yaitu dimulai dengan melakukan deteksi estrus yang dilakukan oleh petugas
reproduksi. Estrus merupakan
tahapan reproduksi pada ternak betina yang ditandai
oleh kesiapannya untuk melakukan aktivitas
reproduksi. Umumnya ternak estrus
memperlihatkan tanda-tanda spesifik yang terlihat dari luar. Namun demikian, pada ternak sapi yang tanda-tanda estrusnya tidak jelas akan mempersulit pelaksanaan inseminasi buatan (IB). Memaksimalan angka deteksi berahi (estrus detection rate) akan dapat
memperbaiki angka kebuntingan secara keseluruhan.Upaya memaksimalkan angka deteksi berahi dapat dilakukan dengan pemberian preparat hormon melalui teknik sinkronisasi (penyerentakan) berahi. Tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah pekerja yang bertugas melakukan deteksi berahi, karena observasi dapat dilakukan sekaligus pada saat berahi sekelompok sapi muncul
secara hampir bersamaan. Waktu pendeteksian berahi menjadi berkurang (jika inseminasi didasarkan pada
estrus yang terobservasi), atau sama sekali meniadakan pendeteksian birahi jika
inseminasi dilakukan secara tepat waktu (fixed-time
insemination) (Wenkoff, 1986). Deteksi birahi
dilakukan dengan pengamatan secara visual (kasat mata) dengan berkeliling di kandang 1 , 2 dan 3. Ternak yang birahi
(Gambar 15.Ciri-ciri sapi Birahi) dicatat nomor
ternaknya kemudian dimasukkan ke dalam form . Pencatatan deteksi birahi di sesuaikan dengan
skor deteksi birahi (dapat dilihat pada Tabel 12), jika sudah melebihi
kriteria nilai maka ternak akan di Inseminasi Buatan (IB).
Tabel 4. Skor Deteksi Birahi
No
|
Deteksi Birahi
|
Skor
|
1
|
Keluar lendir
|
3
|
2
|
Gelisah dan sering beradu
|
5
|
3
|
Mencium/menjilat vulva temannya
|
10
|
4
|
Menaiki sapi lain
|
10
|
5
|
Kepala diletakkan di punggung sapi lain
|
15
|
7
|
Sering menaiki sapi lain
|
35
|
8
|
Menaiki kepala sapi lain
|
45
|
9
|
Diam ketika dinaiki
|
100
|
Sumber : PT
Fajar Taurus Indonesia
Gambar 15.Ciri-ciri sapi Birahi
IB adalah usaha manusia memasukkan sperma ke dalam saluran
reproduksi betina dengan menggunakan peralatan khusus. IB dikatakan berhasil
bila sapi induk yang dilakukan IB menjadi bunting. Masa
bunting/periode kebuntingan sapi (gestation period) yaitu jangka waktu sejak terjadi pembuahan
sperma terhadap sel telur sampai anak dilahirkan. Perkawinan dengan cara IB merupakan salah satu alat ampuh
yang diciptakan manusia untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak baik
secara kualitatip maupun kuantitatip (Toelihere, 1981).
Inseminasi
buatan di PT. Fajar Taurus Indonesia dilakukan oleh seorang ahli
inseminator di bagian reproduksi
(Gambar 16. Pelaksanaan Inseminasi Buatan). Tingkat keberhasilan IB sangat dipengaruhi oleh empat
faktor yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya
yaitu pemilihan sapi akseptor, pengujian kualitas semen, akurasi deteksi birahi
oleh para peternak dan ketrampilan inseminator. Dalam hal ini inseminator dan
peternak merupakan ujung tombak pelaksanaan IB sekaligus sebagai pihak yang
bertanggung jawab terhadap berhasil atau tidaknya program IB di lapangan (Hastuti , 2008).
Service
Per Conception (S/C) di PT Fajar Taurus Indonesia yaitu 8 – 9.
Service Per Conseption (S/C) adalah jumlah perkawinan atau inseminasi
buatan hingga diperoleh kebuntingan. Semakin rendah S/C maka semakin tinggi
kesuburan ternak betina tersebut, sebaliknya semakin tinggi S/C kesuburan
ternak semakin rendah (Astuti, 2004). Menurut Affandy (2003) nilai S/C yang
normal adalah 1,6 – 2,0. Nilai S/C yang tinggi di PT Fajar Taurus Indonesia
dapat dikatakan bahwa tingkat fertilitasnya sangat rendah. Faktor yang dapat mempengaruhi nilai S/C
adalah kualitas semen, kondisi resipien yang tidak baik karena faktor genetik
atau fisiologis dan kurang pakan, deteksi birahi yang kurang tepat,
keterampilan inseminator (Ihsan , 2010).
Gambar 16. Pelaksanaan
Inseminasi Buatan
3.15 Biosecurity dan Kesehatan Hewan
Biosekuriti memiliki arti sebagai upaya untuk mengurangi penyebaran
organisme penyakit dengan cara menghalangi kontak antara hewan dan
mikroorganisme. Menurut Deptan RI (2006), biosekuriti adalah semua tindakan
yang merupakan pertahanan pertama untuk pengendalian wabah dan dilakukan untuk
mencegah semua kemungkinan penularan/ kontak dengan ternak tertular sehingga
rantai penyebaran penyakit dapat diminimalkan.
Tindakan biosekuriti meliputi sekumpulan penerapan
manajemen yang dilakukan bersamaan untuk mengurangi potensi penyebaran
penyakit, misalnya virus flu burung pada hewan atau manusia. Tujuan utama
penerapan biosekuriti pada peternakan unggas yaitu, 1) meminimalkan keberadaan
penyebab penyakit, 2) meminimalkan kesempatan agen berhubungan dengan induk
semang dan 3) membuat tingkat kontaminasi lingkungan oleh agen penyakit
seminimal mungkin (Zainuddin ,2007). Tindakan
pencegahan dalam penyakit dilakukan dengan cara menyediakan
kolam desinfektan ( Gambar 17. Kolam Desinfektan) yang berada di depan gerbang
sebelum masuk ke kandang dan pengapuran atau kaporit di
setiap kandang satu minggu sekali.
Gambar 17. Kolam Desinfektan
Program vaksinasi dilakukan untuk mencegah terjangkitnya penyakit
pada ternak (dapat dilihat pada Tabel 5. Program Vaksinasi ). Vaksinasi hendaknya dianggap sebagai pelindungan tambahan dibandingkan dengan pentingnya menjaga kebersihan. Keberhasilan vaksinasi jarang mencapai 100%.Tujuan vaksinasi adalah untuk memberikan
kekebalan (antibodi) pada ternak sehingga
dapat melawan antigen atau mikroorganisme penyebab penyakit. Pemberian kekebalan
tubuh dengan vaksin adalah bentuk perlindungan yang
sebaik-baiknya untuk ternak. Program vaksinasi dilakukan untuk mengurangi
kerugian ekonomi pada suatu peternakan yang teinfeksi. Menurut Sudarisman
(2009) vaksin dapat memberikan
proteksi yang cukup untuk ternak sapi perah
yang divaksinasi dibanding dengan yang tidak
divaksinasi. Vaksinasi akan menurunkan kejadian klinis penyakit respirasi dan masa sakitnya apabila dilawan dengan
virus lapang yang mengakibatkan gangguan respirasi pada ternak kontrol. Vaksin hidup dapat menimbulkan infeksi menetap dalam tubuh hewan dan
dapat menyulitkan pengendalian infeksi oleh virus dilapangan.
Tabel 5. Program Vaksinasi
No
|
Umur (bulan)
|
Jenis
|
Aplikasi
|
Keterangan
|
Dosis (ml)
|
1
|
3 – 4 (PLS)
|
Virashield dan
clostrivac
|
Subcutan leher
|
Booster 4-5 minggu
|
5 dan 3
|
2
|
10 – 12 (DPK 3)
|
RB51
|
Subcutan leher
|
-
|
2
|
3
|
12 – 18 (DB)
|
Virashield dan
clostrivac
|
Subcutan leher
|
Booster 4-5 minggu
|
5 dan 3
|
4
|
Sapi dry (BK)
|
Virashield dan
clostrivac
|
Subcutan leher
|
Booster 4-5 minggu
|
5 dan 3
|
5
|
15 hari post partus
|
RB51
|
Subcutan leher
|
Booster 2 minggu
|
2
|
Sumber: Data PT
Fajar Taurus Indonesia
3.2 Kegiatan Insidental
3.2.1 Pemotongan Tanduk
Tatalaksana pemotongan
tanduk di PT. Fajar Taurus Indonesia
hanya dilakukan pada pedet lepas sapih (PLS).
Pemotongan tanduk dilakukan dengan menggunakan alat pemotong
seperti pisau. Tanduk yang akan dipotong sebelumnya telah dibersihkan dari
rambut-rambut agar memudahkan pemotongan. Kemudian tanduk dipotong dan di
tempelkan besi yang panas seperti
shoulder agar tanduk tidak akan
tumbuh dikemudian hari. Pemotongan tanduk seperti ini disebut dehorning. Menurut Yulianto (2010),
pemotongan tanduk dilakukan agar sesama sapi tidak saling melukai dan menanduk.
Pemotongan juga akan memberikan rasa aman pada sesama sapi didalam kandang dan
juga dapat memberikan keamanan bagi pekerja kandang dan juga pemerah.
Pemotongan tanduk pada pedet dilakukan pada kandang jepit khusus yang terdapat
pada kandang pedet untuk memudahkan penanganan. Pemotongan tanduk pada pedet
dilakukan juga pemberian obat cacing dan pemberian vitamin.
3.2.2 Pemotongan Kuku
Upaya untuk menjaga agar kedudukan kuku tetap serasi, maka setiap 3-4 bulan sekali dianjurkan untuk melakukan pemotongan kuku secara teratur, terutama kuku kaki bagian belakang. Hal ini karena kuku kaki depan lebih keras dibandingkan bagian kuku kaki belakang yang selalu basah terkena air kencing dan kotoran. Tetapi dari segi kecepatan pertumbuhan, kuku kaki belakang maupun kaki depan memiliki kecepatan tumbuh yang sama, sehingga baik kuku belakang maupun kuku kaki depan perlu dilakukan pemotongan secara teratur. Tujuan pemotongan kuku adalah untuk menanggulangi masalah penyakit kuku misalnya Peradangan pada kuku (Laminitis) dan menjaga keseimbangan gerak ternak pada saat berdiri, istirahat, efisiensi penggunaan ransum, dan produktivitas ternak (Yuriyadi, 2014).
Pemotongan kuku di PT.
Fajar Taurus Indonesia yang dilakukan oleh petugas
kesehatan dilaksanakan setiap 6 bulan sekali. Pemotongan kuku kepada sapi yang sudah tidak produksi atau
pada > 150 hari laktasi. Tujuan pemotongan kuku di atas hari ke-150 laktasi
yaitu untuk mencegah sapi stres sehingga dikhawatirkan akan menurunkan
produksinya. Pemotongan kuku
dilakukan di kandang jepit supaya sapi mudah untuk ditangani. Pemotongan kuku dilakukan oleh petugas kesehatan (dapat
dilihat pada Gambar 18). Kegiatan pemotongan kuku juga bertujuan supaya sapi
terhindar dari penyakit mulut dan kuku (PMK).
Gambar 18.
Pemotongan Kuku
3.2.3 Penimbangan Bobot Badan
Kegiatan penimbangan di PT Fajar taurus Indonesia
hanya dilakukan pada sapi dara. Penimbangan pada sapi dilakukan untuk
mengelompokan ternak sesuai dengan bobot badan dan mempersiapkan ternak untuk
dikawinkan jika sudah mencapai ADG yang telah ditentukan. Ternak sapi dara
ditimbang satu persatu menggunakan kandang penjempit yang ada
timbangannya.
Sapi dara di PT. Fajar Taurus
diklasifikasikan berdasarkan bobot badan dan umur, dengan
kriteria sudah ditentukan yaitu Dara Pra Kawin (DPK),
Dara Siap Kawin (DSK), dan Dara Bunting (DB). Kelompok Dara Pra Kawin (DPK)
dibagi lagi menjadi tiga bagian, yaitu Dara Pra Kawin I (DPK 1), Dara Pra Kawin
2 (DPK 2), dan Dara Pra Kawin 3 (DPK 3). Menurut Morga (2013) umur dan
bobot badan secara bersamaan dan tersendiri berpengaruh terhadap produksi susu
yang dihasilkan. Hubungan antara umur dan produksi susu sangat rendah (0,1%).
Sedangkan koefisien korelasi antara bobot badan kawin pertama dengan produksi
susu harian pada laktasi pertama adalah 0,096. Hal ini menunjukkan bahwa
hubungan bobot badan dengan produksi susu lebih tinggi dibandingkan dengan umur
yaitu (9,6%).Ternak yang memiliki bobot badan besar pada umur tertentu akan
dapat mengkonsumsi pakan yang tinggi, sehingga dapat menghasilkan produksi susu
yang tinggi. Demikian pula dengan umur, ternak yang memiliki umur sampai batas
tertentu (6-8 tahun) produksi susu yang dihasilkan tinggi dan setelah melewati
umur tersebut produksi susu menurun. Disamping itu ternak yang besar akan
mempunyai ambing yang lebih besar, sehingga menghasilkan produksi susu yang
lebih banyak. Pengklasifikasian dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel
6. Bobot standar
Group
|
Jumlah (ekor)
|
Umur (bulan)
|
Bobot (kg)
|
DPK 1
|
24
|
6 – 8
|
110 – 170
|
DPK 2
|
30
|
8 – 10
|
170 – 230
|
DPK 3
|
7
|
10 – 12
|
230 – 290
|
DSK
|
69
|
12 – 14
|
290 – 360
|
DB
|
40
|
14 – 23
|
350 – 461
|
Sumber : PT Fajar Taurus Indonesia
Target berat badan yang diharapkan adalah 300 kg dan umur 13 – 14
bulan sudah dikawinkan pertama kali. Menurut Utami dkk.
(2004), sapi dara akan dikawinkan pertama kali setelah umur 15-18 bulan
dengan
berat badan 300 kg supaya pada umur 24-30 bulan dapat beranak pertama
kali. Umur saat beranak dan ukuran tubuh sangat berpengaruh
terhadap produksi susu. Sapi yang telah dewasa akan memproduksi susu 25%
lebih
banyak dari sapi yang beranak pertama pada umur 24 bulan sebab
peningkatan
bobot badan dan bertambahnya umur akan berpengaruh baik terhadap
perkembangan dan
pertumbuhan ambing.
3.2 Kegiatan Penunjang
3.3.1 Pemupukan Kebun Rumput
Pemupukan merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam meningkatkan produksi . Pemberian pupuk ke dalam tanah bertujuan untuk menambah atau mempertahankan kesuburan kimia tanah, dimana kesuburan tanah dinilai berdasarkan ketersediaan hara di dalam tanah, baik hara makro maupun hara mikro secara berkecukupan dan berimbang. Pemberian pupuk ke dalam tanah akan menambah satu atau lebih unsur hara tanah dan ini akan mengubah keseimbangan hara lainnya (Silalahi et al., 2004). Perawatan kebun hijauan PT. Fajar Taurus Indonesia
dengan melakukan pemupukan supaya hijauan menjadi subur. Jenis pupuk yang
digunakan yaitu pupuk cair, pupuk dasar sedangkan untuk lahan yang tidak dapat
dijangkau digunakan pupuk urea. Pupuk cair didapat dari
hasil pemanfaatan limbah kotoran sapi yang telah ditampung terlebih dahulu. Pupuk
cair tersebut disemprotkan menggunakan selang ke lahan hijauan secara merata (dapat dilihat pada Gambar. 19 Pemupukan Lahan ). Menurut Nurhajati (1986) salah satu pupuk yang dapat dipergunakan adalah
pupuk organik cair (biourin). Penggunaan biourin dapat memperbaiki tekstur
tanah, biologi tanah dan dapat meningkatkan produksi tanaman
Gambar 19. Pemupukan Lahan
3.3.2 Penanganan Limbah
Limbah ternak yang dihasilkan pada usaha peternakan sapi perah
adalah berupa feses dan urine. Satu ekor sapi perah setiap harinya menghasilkan
limbah ternak berupa feses sebanyak 30 - 40 kg dan urine 20 - 25 kg. Feses dan
urine juga mengandung gas NH3 dan H2S yang mempunyai bau sangat menyengat,
sehingga akan dapat mengganggu lingkungan sekitarnya . Bau yang ditimbulkan oleh NH3 dan H2S dapat
mencapai radius + 50 m dari kandang sapi perah (Sarwanto dan Tuswati, 2011). Lebih lanjut menurut
Pain (1994) bahwa limbah ternak mempunyai bau tidak sedap karena merupakan sisa
proses metabolisme dan pemecahan bahan organik oleh mikroorganisme dalam
suasana anaerob yang menghasilkan senyawa antara lain indol, asam lemak dan
amonia. Sumber bau limbah ternak berasal dari kandang ternak, tempat penumpukan
dan pembuangan limbah. Laju emisi bau dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain jenis
ternak, kondisi lingkungan dan pengelolaan limbah.
Penanganan limbah feses di PT. Fajar Taurus
Indonesia yaitu dengan memanfaatkan feses cair yang telah ditambah air saat
pembersihan kandang digunakan sebagai pupuk cair lahan hijauan. Kemudian juga
ditampung dalam suatu tempat ( Gambar 20. Penanganan Limbah) untuk dijadikan
pupuk organik. Pemberian
pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah, menaikan bahan serap tanah
terhadap air, menaikan kondisi kehidupan di dalam tanah, dan sebagai sumber zat
makanan bagi tanaman. Sedangkan pemberian pupuk anorganik dapat merangsang
pertumbuhan secara keseluruhan khususnya cabang, batang, daun, dan berperan
penting dalam pembentukan hijau daun (Dewanto, 2013).
Gambar 20.Penanganan Limbah
3.4 Evaluasi Kecukupan Pakan
Pakan merupakan factor
terpenting dalam usaha peternakan sapi perah. Apabila sapi mendapatkan pakan
yang berkualitas baik maka sapi tersebut akan menghasilkan produksi susu yang
tinggi. Untuk mengetahui efisiensi pemberian pakan pada ternak maka dilakukan
evaluasi kecukupan nutrient. Besarnya
prosentase penggunaan pakan yang tidak efisien menunjukkan bahwa pakan ternak
(ransum) menempati posisi penting dalam usaha peternakan. Dalam sudut pandang
ekonomi, biaya untuk pembelian pakan ternak merupakan biaya tertinggi dalam
usaha peternakan, sehingga biaya tersebut harus ditekan serendah mungkin untuk
memaksimalkan pendapatan (Nugraha, 2011). (Hasil evaluasi kecukupan pakan dapat
dilihat pada Lampiran 3.)
Ransum
merupakan satu atau beberapa jenis bahan
pakan yang diberikan untuk seekor ternak selama sehari semalam. Ransum harus dapat memenuhi zat-zat makanan yang dibutuhkan seekor ternak untuk berbagai fungsi tubuhnya, seperti pokok hidup, produksi, maupun reproduksi . Hasil evaluasi pakan pada sapi laktasi di PT. Fajar Taurus Indonesia yaitu
:
Tabel 7. Evaluasi Kecukupan Pakan
Evaluasi Kecukupan Pakan Sapi Laktasi Kelompok
Peak
Jenis
|
Pemberian (kg)
|
BK (kg)
|
PK (kg)
|
TDN (kg)
|
Rumput gajah
|
32
|
5.12
|
0.49
|
3.13
|
Brand
|
2.83
|
2.41
|
0.4
|
2
|
Jagung
|
2.7
|
2.34
|
0.25
|
1.9
|
Bungkil kelapa
|
2.89
|
2.6
|
0.56
|
2.17
|
DDGS
|
2.7
|
2.4
|
0.65
|
1.31
|
Gaplek
|
2.7
|
2.3
|
0.05
|
1.8
|
Pemberian
|
17.17
|
2.4
|
12.31
|
|
Kebutuhan
|
12.55
|
2.03
|
9.56
|
|
Selisih
|
4.62
|
0.37
|
2.75
|
Kualitas pakan yang diberikan dihitung berdasarkan BK,
PK serta TDN dan dapat diketahui bahwa BK yang diberikan lebih 4.62 Kg, kelebihan PK sebesar 0.37 kg dalam BK, dan kelebihan TDN sebesar 2.75 kg dalam BK.
Kekurangan BK dan TDN ini mengakibatkan terjadinya penurunan berat induk yang
sedang laktasi rata-rata sebesar 0,36 kg/ekor serta tidak mampu meningkatkan
berat pedet (Umiyasih, 2006). Kekurangan konsumsi energi maupun protein pakan
pada ternak yang laktasi pada umumnya merupakan penyebab utama rendahnya
produksi susu (Sutardi, 1981), oleh karena itu pakan yang diberikan pada ternak
selama bunting dan laktasi akan berpengaruh terhadap produksi susu yang
dihasilkan nantinya. Laktasi membutuhkan energi lebih banyak dibandingkan pada
waktu bunting. Kekurangan energi bagi sapi perah yang sedang laktasi dapat
menurunkan bobot badan dan produksi susu, bila terjadi defisiensi energi yang
berkelanjutan dapat mengganggu proses reproduksinya.
3.5 Analisis Ekonomi
Hasil analisis ekonomi yang dilakukan pada PT. Fajar
Taurus Indonesia dilakukan pada kandang 1. Analisis ekonomi meliputi biaya
tetap yang diperoleh dari penyusutan sarana produksi, bunga modal, tenaga
kerja, listrik, dan pajak. Total biaya tetap yang dikeluarkan sebesar Rp 104.100.288.
Biaya variabel yang dikeluarkan yang
dikeluarkan sebesar Rp 221.931.000. Oleh karena itu, total biaya yang
dikeluarkan PT. Fajar Taurus Indonesia selama 1 bulan sebesar Rp.326.031.288.
PT. Fajar Taurus Indonesia mendapatkan penerimaan yang
berasal dari hasil penjualan susu dan feses. Produksi susu yang dihasilkan oleh
kandang 1 sebesar 83.280 Liter/ bulan dengan harga Rp. 6.700/liter. Sehingga perusahaan ini mendapatkan penerimaan dari
penjualan susu sebesar Rp. 557.976.000. Total keuntungan yang didapat oleh PT. Fajar Taurus
Indonesia yaitu sebesar Rp 231.944.712 tiap bulan. Hasil analisis
usaha yang dilakukan (dapat dilihat pada Lampiran 7), diperoleh Break Event Point (BEP) dalam satuan
rupiah penjualan sebesar Rp 4.000 per
liter sedangkan BEP dalam satuan produk sebesar 48.661,5 liter produksi susu. Keberhasilan suatu usaha digambarkan melalui
analisis R/C. Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai R/C 1.7 sehingga dapat dikatan usaha yang dijalankan
sudah efisien karena nilai R/C >1.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1.
Proses
tatalaksana kegiatan pemerahan di PT. Fajar Taurus Indonesia sudah sangat baik
karena setiap tahapan sudah dilaksanakan sesuai dengan prosedur.
2.
Pemberian
pakan pada ternak laktasi sudah sangat baik namun masih kurang efisien karena
masih berlebih dalam pemberiaannya.
3.
Manajemen
kesehatan yang dilakukan sudah baik karena penangan kesehatan dilakukan dengan
rutin.
4.
Manajemen reproduksi
masih kurang baik karena nilai S/C mencapai angka 8 – 9.
5.
Kegiatan
usaha yang dijalankan PT. Fajar Taurus Indonesia termasuk usaha yang efisien
karena nilai R/C lebih dari 1.
5.2 Saran
1. Diperlukan formulasi ransum yang pas supaya tidak berlebihan ataupun kekurangan.
2. Melakukan uji lab yang lebih lengkap , tidak hanya uji alkohol.
3. Limbah cair perlu diolah menjadi biogas tidak hanya digunakan sebagai pupuk.
4. Melakukan pengolahan pada produk susu yang dihasilkan sehingga dapat meningkatkan keuntungan.
DAFTAR PUSTAKA
Affandy,
L. P.,dkk., 2003. Performans Resproduksi dan Pengelolaan Sapi Potong Induk pada Kondisi
Peternakan Rakyat. Pros. Seminar Inovasi Teknologi Peternakan dan Veteiner.
Bogor, 29 – 30 September 2003. Puslitbang Peternakan.
Affandy A., F.
Andrini, dan S. Lesmana. 2009. “Penentuan Hambat Minimal Dan Konsentrasi Bunuh Minimal Larutan Povidon Iodium 10% Terhadap Staphylococcus Aureus Resisten Metisilin
(MRSA) Dan Staphylococcus Aureus Sensitif Metisilin”. Jurnal Ilmu Kedokteran 3: 14-19
Arora, S. P, 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Astuti, M. 2004. “
Potensi Keragaman Sumber Daya Genetik Sapi Pernaka Ongole (PO)”. Jurnal Wartazoa , 14(3); 96 – 106.
Bamualim, A.M.,
Kusmartono dan Kuswandi. 2008. Aspek
Nutrisi Sapi Perah. Profil Usaha Peternakan Sapi Perah Di Indonesia. Fakultas Peternakan Unpad Bandung.
Calderon,A., D.V.
Armstrong, D.E. Ray,S.K. Denise, R.M. Enns and C.M. Howison. 2005. Productive and
reproductive response of Holstein and Brown Swiss heat stressed dairy cows to
two different cooling systems. J. Anim Vet 4:572-578
[Deptan RI]
Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2006. Restrukturisasi Sistem Perunggasan Di Indonesia.
Kementerian Pertanian. Jakarta.
Dewanto , J.J.M.R. Londok , R.A.V.
Tuturoong dan W. B. Kaunang. 2013. Pengaruh Pemupukan
Anorganik Dan Organik Terhadap Produksi Tanaman Jagung Sebagai Sumber Pakan”. Jurnal Zootek ,32, ( 5) : 158–171.
Ensminger, M. E.
Dan Howard , D. T . 2006. Dairy Catlle
Science. The Interstate Printers And Publisher, Inc. Danville.
Epaphras A.,
Karimuribo, E. D. and Msellem, S. N. 2009. Effect of season and parity on
lactation of Crossbred Ayrshire cows reared under coastal tropical climate in Tanzania
Ernawati.2000.
Laporan Hasil Kegiatan Gelar Teknologi
Manajemen Usaha Pemeliharaan Sapi Perah Rakyat. Deptan. Badan Litbang
Pertanian, Bbtp Ungaran.
Gilson, W. D.
2015. Question Dan Answer About Pre-Dipping. Http://Www.Ads.Uga.Edu/Documents/Qu Estionsandanswersaboutpredippping.Pdf. Diakses 11 Januari
2016
Handayani dan Purwanti. 2010. “Kesehatan Ambing Dan
Higiene Pemerahan
Di Peternakan Sapi Perah Desa Pasir Buncir
Kecamatan Caringin”. Jurnal Penyuluhan Pertanian ,5 (1)
Di Peternakan Sapi Perah Desa Pasir Buncir
Kecamatan Caringin”. Jurnal Penyuluhan Pertanian ,5 (1)
Hastuti, D.,2008.
”Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan Sapi
Potong di Tinjau Dari Angka Konsepsi dan Service Per
Conception”. Jurnal
Ilmu ± Ilmu Pertanian , 2 (8): 23-24
Ihsan ,
M.N. 2010. “ Indeks fertilitas Sapi PO dan Persilangannya dengan Limousin”. Jurnal Ternak Tropika, 11(2): 82 – 87.
Karnaen dan J.
Arifin. 2009. “Korelasi Nilai Pemuliaan Produksi Susu Sapi
Perah Berdasarkan Test Day Laktasi 1, Laktasi 2, Laktasi 3, Dengan Gabungannya”. Animal Production
11:135‐142v
Kentjonowaty, I.,
P. Trisunuwati, T. Susilawaty, dan P.
Surjowardojo.
2014. Evaluasi Profil Hormon Oxytocin, Kualitas dan Kuantitas Produksi Susu Sapi Perah pada Lama Mammae Hand Massage dari Berbagai Metode Pemerahan. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya. Malang.
2014. Evaluasi Profil Hormon Oxytocin, Kualitas dan Kuantitas Produksi Susu Sapi Perah pada Lama Mammae Hand Massage dari Berbagai Metode Pemerahan. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya. Malang.
Mardalena. 2008. “Pengaruh Waktu Pemerahan dan Tingkat Laktasi terhadap Kualitas Susu Sapi Perah Peranakan Fries Holstein”. Jurnal Ilmiah
Ilmu-Ilmu, Vol. XI. No.3.
Nababan, M,dkk. 2015. “Kualitas Susu Segar pada
Penyimpanan Suhu Ruang Ditinjau dari Uji Alkohol, Derajat Keasaman dan Angka
Katalse”. Indonesia Medicus Veterinus.Vol 4 (4)
:374-382
Nugraha, Romada
Andi. 2011. Optimalisasi Formulasi
Pakan Ternak Terhadap Ayam Pedaging
Dengan Menggunakan Metode Linear
Programming. Fakultas Teknologi Indusri Universitas
Gunadarma: Jakarta
Nugroho, C. 2008. Pakan dan Nutrisi Hewan. UNUD Bali.
Nurdin, E. 2011. Manajmen
Sapi Perah. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Pain,B.F.,1999. Gangguan Bau yang Berasal dari Sistem Produksi Ternak.
Ed. A.P Dewi et al. (terjemahan : IKIP Semarang Press).
Pertiwi, D., D.W.H.E. Prasetiyono, dan A. Muktiani. 2015. “Pengaruh Pemberian Total Mixed Ration Berbasis Jerami Jagung Teramoniasi
Terhadap Pemanfaatan Nitrogen Pada Sapi Perah Laktasi”. Agromedia.
Vol. 33. No. 1: 97-103.
Putra, A. 2009. Potensi Penerapan Produksi Bersih pada
Usaha Peternakan Sapi Perah (Studi Kasus Pemerahan Susu Sapi Moeria Kudus Jawa
Tengah). Tesis. Magister Ilmu
Lingkungan UNDIP Semarang
Sarwanto dan Sari. 2011. “Pengaruh
Pengelolaan Limbah Sapi Perah Terhadap Tingkat
Kebauan”. Media
Peternakan, 4, (2),: 1 – 6
Silalahi, F., Y. Saragih., A.
Marpaung, R. Hutabarat, Karsina & S. R. Purba. 2004.
Pemupukan NPK Pada tanaman Buah. Laporan Akhir. Balai Penelitian Buah. Kebun Percobaan Tanaman Buah (KPTB), Brastagi. Medan
Pemupukan NPK Pada tanaman Buah. Laporan Akhir. Balai Penelitian Buah. Kebun Percobaan Tanaman Buah (KPTB), Brastagi. Medan
Siregar, S .B . 1991 . Efisiensi Ekonomis Usaha Pemeliharaan Sapi
Perah di Daerah Bogor, Lembang dan Garut, Jawa Barat . Balai Penelitian
Ternak, Ciawi-Bogor .
Ternak, Ciawi-Bogor .
Siregar, S.B. 1989. Sapi Perah : Jenis dan Teknik Pemeliharaan
dan Analisis Usaha. Penebar Swadaya. Jakarta.
Siregar, S.B. 1996. Sapi Perah :
Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Asnalisa Usaha. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudarisman. 2009. Vaksinasi Terhadap Infectious
Bovine Rhinotracheitis pada Peternakan Sapi
Perah di Indonesia. Semiloka
Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020
Sutardi, T. 1981. Sapi
Perah Dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Toelihere, M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak.
Penerbit Angkasa. Bandung.
Umiyasih, U., Dan Y.N. Anggraeny. 2006. Respons
Perbaikan Pakan Terhadap Roduktivitas Sapi Potong Induk Periode Post Partum Di
Kabupaten Probolinggo. Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan Veteriner.
Grati.
Utami, .S, Siswandi dan Abungamar. Y. 2004. Lecture
Note Manajemen Ternak Perah. Fakultas Peternakan Unversitas Jendral
Soedirman. Purwokerto.
Wahyono, .E., dan R.
Hardianto. 2005. Pemanfaatan Sumberdaya Pakan Lokal Untuk Pengembangan Usaha
Sapi Potong. Lokakarya Nasional Sapi
Potong. Pasuruan.
Wenkoff, M. 1986. Estrus Synchronization In Cattle. In M Orrow, D.A. Current Therapy In Theriogenelogy, W.B. Saunders Co., Philadelphia, London, Toronto.
Yulianto, P., dan C.
Saparinto. 2010. Pembesaran Sapi Potong.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Yuliati, F.N., R.
Malaka, K.I. Prahesti, dan E. Murpiningrum. 2015.” Kualitas Fisik Susu Segar Kaitannya Antara Sanitasi, Higiene Dan Adanya
Kontaminasi Listeria Monocytogenes
Pada Peternakan Rakyat Di Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan”. JITP. Vol.4. No.1: 23-27.
Zainuddin D, Wibawan WT. 2007. Biosekuriti dan Manajemen Penanganan Penyakit Ayam Lokal.
Departemen Pertanian.
Perhitungan
Kebutuhan Pakan Kelompok Sapi
Peak Bobot Badan 450 Kg Dan Dengan Produksi Susu 18.77 Liter
1.
Kebutuhan BK untuk
hidup pokok dan produksi air susu:
- Terlebih dahulu dihitung produksi air susu dalam 4% FCM (Fat Corrected Milk)
=0,4 produksi susu
+ 15 produksi lemak=(0,4x18.77)+15(0,035 x 18.77)=17.3 kg.
- Dengan melihat Tabel 21 dapat dihitung kebutuhan BK
= 2,65 + (17.3-15)/(15-20)
x (2,95 – 2,65) = 2.79 % dari BB
c. Jadi BK yang
dibutuhkan sapi tersebut = 2.79 % x 450 kg = 12.55 kg.
2. Kebutuhan TDN
a.
Untuk hidup pokok bobot badan 450 kg
(lihat Tabel 21) = 3.44 kg TDN
b.
Untuk produksi susu 18.77 kg dengan
kadar lemak 4 %
= 18.77 x 0,326 kg TDN = 6.12 kg TDN
c. Jumlah kebutuhan TDN = 3.44 kg + 6.12 kg =
9.56 kg
3. Kebutuhan PK
- Untuk hidup pokok bobot badan 450 kg (lihat Tabel 21) = 0,403 kg PK
- Untuk produksi susu 18.77 kg dengan kadar lemak 4 % (lihat Tabel 21)
= 18.77 x 0,087 kg PK= 1,63 kg PK
c. Jumlah kebutuhan PK = 0,403 kg + 1,63 kg = 2.03 kg PK
Bobot badan (kg)
|
400
|
450
|
500
|
550
|
600
|
Produksi susu 4% FCM (L)
|
................................................
% bobot badan..............................................
| ||||
10
|
2,50
|
2,40
|
2,30
|
2,25
|
2,20
|
15
|
2,80
|
2,65
|
2,50
|
2,45
|
2,40
|
20
|
3,10
|
2,95
|
2,80
|
2,75
|
2,70
|
25
|
3,40
|
3,25
|
3,10
|
3,05
|
3,00
|
30
|
3,70
|
3,55
|
3,40
|
3,30
|
3,20
|
35
|
4,00
|
3,80
|
3,60
|
3,50
|
3,40
|
Catatan : 4% FCM = 0,4 produksi susu (L) + 15 produksi lemak
Produksi lemak = % lemak x produksi susu (L)
Tabel9. Kebutuhan zat makanan sapi perah betina dewasa per hari
Bobot badan (kg)
|
TDN (kg)
|
PK (g)
|
Kalsium (g)
|
Fosfor (g)
|
Vitamin A (1.000 IU)
| |
1. Hidup pokok
| ||||||
350
|
2,85
|
341
|
14
|
11
|
27
| |
400
|
3,15
|
373
|
15
|
13
|
30
| |
450
|
3,44
|
403
|
17
|
14
|
34
| |
500
|
3,72
|
432
|
18
|
15
|
38
| |
550
|
4,00
|
461
|
20
|
16
|
42
| |
600
|
4,27
|
489
|
21
|
17
|
46
| |
2. Hidup pokok
dengan bunting pada dua bulan terakhir sebelum beranak
| ||||||
350
|
3,17
|
642
|
23
|
16
|
27
| |
400
|
4,10
|
702
|
26
|
18
|
30
| |
450
|
4,47
|
763
|
29
|
20
|
34
| |
500
|
4,84
|
821
|
31
|
22
|
38
| |
550
|
5,20
|
877
|
34
|
24
|
42
| |
600
|
5,55
|
931
|
37
|
26
|
46
| |
3. Produksi susu
untuk tiap kilogram (% lemak)
| ||||||
2,5
|
0,260
|
72
|
2,40
|
1,65
| ||
3,0
|
0,282
|
77
|
2,50
|
1,70
| ||
3,5
|
0,304
|
82
|
2,60
|
1,75
| ||
4,0
|
0,326
|
87
|
2,70
|
1,80
| ||
4,5
|
0,344
|
92
|
2,80
|
1,85
| ||
5,0
|
0,365
|
98
|
2,90
|
1,90
|
Untuk sapi betina laktasi pertama ditambah 20
%, bagi sapi sedangkan laktasi kedua
ditambah 10% dari semua kebutuhan zat makanan, kecuali vitamin A
4.
Perhitungan Pemberian Pakan
a.
Rumput Gajah
BK
= 16% x 32 Kg = 5.12 Kg
PK
= 9.5% x 5.12 Kg = 0.49 Kg
TDN
= 61.2% x 5.12 Kg = 3.13 Kg
|
b.
Gaplek
BK
= 85.2% x 2.7 Kg = 2.3 Kg
PK
= 2.3% x 2.3 Kg = 0.05 Kg
TDN
= 78% x 2.3 Kg = 1.8 Kg
|
c.
Bran
BK
= 85.4% x 2.83 Kg = 2.41 Kg
PK
= 16.7% x 2.41 Kg = 0.4 Kg
TDN
= 83.4% x 2.41 Kg = 2 Kg
|
d.
Bungkil Kelapa
BK
= 90% x 2.89 Kg = 2.6 Kg
PK
= 21.5% x 2.6 Kg = 0.56 Kg
TDN
= 83.4% x 2.6 Kg = 2.17 Kg
|
e.
Jagung
BK
= 86.8% x 2.7 Kg = 2.34 Kg
PK
= 10.8% x 2.34 Kg = 0.25 Kg
TDN
= 80.8% x 2.34 Kg = 1.9 Kg
|
f.
DDGS
BK
= 89% x 2.7 Kg = 2.4 Kg
PK
= 27.2% x 2.4 Kg = 0.65 Kg
TDN = 54.8% x 2.4 Kg = 1.31
Kg
|
Lampiran 3. Analisis Ekonomi PT.
Fajar Taurus Indonesia
1.
Biaya Tetap
a.
Penyusutan sarana produksi per bulan
No
|
jenis
investasi
|
Jumlah
|
daya
tahan (bulan)
|
nilai
satuan (Rp)
|
nilai
baru (Rp)
|
nilai
sisa (Rp)
|
penyusutan
Rp/bulan
|
|
1
|
Kandang
|
1
|
240
|
550.000.000
|
550.000.000
|
110.000.000
|
|
|
2
|
Sapi
|
174
|
120
|
15.000.000
|
2.610.000.000
|
522.000.000
|
17.400.000
|
|
3
|
Serokan
|
1
|
36
|
50.000
|
50.000
|
10.000
|
1.111,1
|
|
4
|
Sekop
|
2
|
60
|
15.000
|
30.000
|
15.000
|
1000
|
|
5
|
Selang
|
2
|
36
|
250.000
|
500.000
|
100.000
|
11.111,11
|
|
6
|
mesin TMR
|
1
|
180
|
130.000.000
|
130.000.000
|
26.000.000
|
577.777,78
|
|
7
|
milking parlour
|
1
|
180
|
250.000.000
|
250.000.000
|
50.000.000
|
1.111.111,1
|
|
8
|
Truk
|
2
|
120
|
80.000.000
|
160.000.000
|
32.000.000
|
1.066.666
|
|
9
|
Mobil tangki
|
1
|
120
|
120.000.000
|
120.000.000
|
24.000.000
|
800.000
|
|
10
|
Mesin penggiling
|
1
|
60
|
3.000.000
|
3.000.000
|
600.000
|
40.000
|
|
11
|
Mixer
|
1
|
120
|
15.000.000
|
15.000.000
|
3.000.000
|
1.000.000
|
|
12
|
Mesin pencacah
|
2
|
60
|
5.000.000
|
10.000.000
|
2.000.000
|
133.333
|
|
13
|
Milk can
|
1
|
120
|
20.000.000
|
20.000.000
|
4.000.000
|
133.333,33
|
|
Jumlah
|
3.868.625.000
|
773.725.000
|
23.208.778
|
b.
Bunga modal =
=
Rp 278.541.000/tahun
=
Rp 23.211.750/bulan
c.
Tenaga kerja
Jabatan
|
Jumlah
|
Gaji (Rp)
|
Total (Rp)
|
Direktur
|
1
|
15.000.000,-
|
15.000.000
|
Manajer Pakan
|
1
|
4.000.000
|
4.000.000
|
His Administrasi
|
1
|
2.500.000
|
2.500.000
|
Procurement Dan OVK
|
1
|
3.000.000
|
3.000.000
|
Maintenance
|
2
|
2.500.000
|
5.000.000
|
Quality Manajer
|
1
|
4.000.000
|
4.000.000
|
Bagian Pemasaran
|
1
|
3.000.000
|
3.000.000
|
Manajer Pakan Hijauan
|
1
|
3.000.000
|
3.000.000
|
Production
|
1
|
3.000.000
|
3.000.000
|
Dokter Hewan
|
3
|
3.000.000
|
9.000.000
|
Anak Kandang
|
25
|
1.600.000
|
40.000.000
|
Inseminator
|
2
|
2.500.000
|
5.000.000
|
Total
|
40
|
96.500.000
|
d. Listrik = Rp. 500.000
e.
Pajak
1% dari penerimaan = 1% x Rp
557.976.000
= Rp
5.579.760
Total biaya tetap
|
=
|
Penyusutan sarana produksi per bulan + Bunga modal
per bulan + Tenaga kerja + Listrik + Pajak
|
=
|
Rp 23.208.778 + Rp 23.211.7500 + Rp 96.500.000 + Rp 500.000 + Rp 5.579.760
|
|
=
|
Rp 149.000.288,-
|
2.
Biaya Variabel per bulan
a.
Pakan konsentrat
Bahan pakan
|
Jumlah (kg/hari)
|
Harga per kg (Rp)
|
Total harga (Rp)
|
Bran
|
326
|
3.000
|
978.000
|
Bungkil kelapa
|
332
|
3.000
|
996.000
|
Jagung
|
311
|
3.500
|
1.088.500
|
Garam
|
16
|
400
|
6.400
|
CaCO3
|
31
|
500
|
15.500
|
Mineral
|
34
|
8.500
|
289.000
|
DDGS
|
311
|
6.500
|
2.021.500
|
Vit ADE
|
6
|
9.000
|
54.000
|
Jumlah
|
1367
|
5.448.900
|
b.
Pakan hijauan
Bahan pakan
|
Jumlah (kg/hari)
|
Harga per kg (Rp)
|
Total harga (Rp)
|
Rumput gajah
|
5.568
|
350
|
1.948.800
|
Total pemberian pakan
|
=
|
Rp 5.448.900 + Rp
1.948.800
|
=
|
Rp 7.397.700/hari
|
|
=
|
Rp 221.931.000/bulan*
|
|
Ket: * Diasumsikan biaya pakan selama satu bulan
tetap sama
|
Total Biaya Variabel = Rp 221.931.000
Biaya Total
|
=
|
Total biaya tetap + Total Biaya Variabel
|
=
|
Rp 149.000.288+ Rp
221.931.000
|
|
=
|
Rp 370.931.288/bulan
|
3.
Penerimaan per bulan
Penjualan susu di Kandang 1
Produksi susu (liter /hari)*
|
Produksi susu (liter /bulan)**
|
Harga susu per liter (Rp)
|
Total harga (Rp)
|
|
2.776
|
83.280
|
6.700
|
557.976.000
|
|
Ket:
|
* Data produksi susu kandang 1 tanggal 10 Januari
2017
|
|||
** Produksi susu selama satu bulan diasumsikan tetap
sama
|
||||
4.
Pendapatan bersih per bulan
=
|
Total Penerimaan
- Biaya Total
|
=
|
Rp 557.976.000 - Rp 370.931.288
|
=
|
Rp 187.044.712,-
|
5.
Efisiensi Usaha (R/C)
R/C
|
=
|
|
=
|
||
=
|
1,5
|
6.
BEP dalam satuan produk
=
|
|
=
|
|
=
|
55.362, 8 liter
produk susu
|
7.
BEP dalam satuan rupiah
=
|
|
=
|
|
=
|
Rp 4.454,-
|
8.
Rentabilitas
=
|
|
=
|
|
=
|
0,70 %
|
0 Response to "MANAJEMEN PEMELIHARAAN SAPI PERAH"
Posting Komentar