loading...
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pemanfaatan
lahan marginal di sebagian besar wilayah Indonesia memiliki masalah tersendiri
dalam hal pencapaian produktivitas pertanian yang optimal. Lahan marginal
umumnya merupakan tanah yang telah mengalami proses pelapukan lanjut. Ultisol
merupakan salah satu tanah marginal yang dapat direkayasa sebagai lahan
budidaya pertanian. Luas Ultisol mencapai 45,9 juta ha atau 24,3 % dari daratan
Indonesia (Subagyo et al., 2000) yang tersebar di Kalimantan, Sumatera,
Maluku dan Papua, Sulawesi, Jawa dan Nusa Tenggara. Tanah ini dapat dijumpai
pada berbagai relief, mulai dari datar hingga bergunung (Prasetyo &
Suriadikarta, 2006)
.
Tanah
ini dicirikan dengan agregat tanah umumnya betekstur kurang stabil,
permeabilitas lambat, dan bahan organik serta kejenuhan basa rendah. Tekstur
tanah klei, banyak mengandung mineral sekunder kaolinit sedikit tercampur
gibsit dan monmorilonit, pH tanah rata-rata di bawah 5,5 (Santi et al., 2008).
Tanah ini memiliki kadar hara, kapasitas pertukaran kation (KPK), pH, dan bahan
organik rendah, sedangkan untuk kapasitas pertukaran anion (KPA), kadar aluminium,
oksida, dan kadar klei yang tinggi. Tingginya kadar aluminium di dalam tanah
dapat menghambat pertumbuhan bahkan dapat meracuni tanaman. Selama ini cara
yang dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tanah adalah dengan menambahkan
pupuk anorganik, namun penggunaan pupuk anorganik yang tidak terkendali dapat
menimbulkan masalah seperti adanya kehilangan hara melalui pelindian sehingga
takaran pupuk yang diberikan sangat tinggi dan terus mengalami peningkatan. Hal
ini disamping menyebabkan ketidakseimbangan unsur hara tanah, juga menimbulkan
kerusakan lingkungan (Widowati, 2011).
Kehilangan
hara melalui pelindian merupakan penyebab utama rendahnya efisiensi pemupukan,
yang disebabkan oleh rendahnya kapasitas daya sangga tanah akibat rendahnya
kandungan bahan organik tanah. Sistem pertanian dewasa ini penggunaan bahan
organik biasanya dalam bentuk segar (hijauan) atau dikomposkan; pada kondisi
iklim tropis basah seperti di Indonesia, bahan organik tersebut mudah mengalami
dekomposisi (Jenkinson & Ayanaba, 1977 cit. Widowati, 2011),
sehingga pemberiannya harus sering dilakukan, di sisi lain ketersediaan sumber
bahan organik terbatas dikarenakan terjadi persaingan peruntukan. Bahan organik
hijauan segar juga digunakan untuk pakan ternak; di samping itu dekomposisi dan
mineralisasi bahan organik telah meningkatkan emisi CO2
dan
sumber gas rumah kaca lainnya (Diels et al., 2004; Verheijen et al.,
2010).
1.2.
Permasalahan
Ultisol
merupakan tanah dengan tingkat kesuburan alami rendah yang dapat dikembangkan
sebagai lahan pertanian secara berkelanjutan. Penerapan teknologi pertanian
untuk perbaikan lahan-lahan kurang subur ini perlu mendapat perhatian. Sifat
kimia tanah yang dapat diperbaiki adalah meningkatkan pH, ketersediaan hara
NPK, dan menurunkan keracunan Al. Apabila beberapa kendala utama Ultisol ini
teratasi maka tanah ini dapat diandalkan sebagai lahan pertanian untuk meningkatkan
produksi pertanian.
1.3.
Tujuan Umum dan Tujuan Khusus
1.3.1.
Tujuan umum
Penelitian
ini secara umum bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemanfaatan biochar dari
limbah untuk peningkatan kesuburan tanah dan hasil tanaman jagung di Ultisol.
1.3.2.
Tujuan khusus
Penelitian
ini secara khusus bertujuan untuk :
1.
Mendapatkan biochar berbahan dasar limbah sagu yang berkualitas dengan karakteristik
sifat kimia dan fisika yang paling sesuai sebagai amelioran tanah
2.
Mendapatkan macam biochar dan takaran yang cocok untuk meningkatkan pertumbuhan
tanaman
3.
Mempelajari peningkatan daya sangga tanah yang diberikan biochar dan kompos
limbah sagu (kolisa) dan pengaruhnya terhadap pelindian hara N, P dan K di
Ultisol.
4.
Mengetahui pengaruh pemberian amelioran (biochar, kolisa) dengan takaran pupuk
N, P, K terhadap serapan hara dan efisiensi pemupukan N, P, K.
5.
Mendapatkan kombinasi biochar dan kolisa dengan takaran pemupukan N, P, K yang
meningkatkan hasil jagung paling tinggi; serta mempelajari pemberian amelioran
terhadap peningkatan C-organik dan pengaruhnya terhadap stok karbon tanah.
1.4.
Manfaat Penelitian
Manfaat
penelitian digunakan sebagai :
1.
Pengetahuan tentang pengelolaan biochar dari limbah sagu sebagai amelioran tanah
yang murah, mudah, insitu, ramah lingkungan dan berkelanjutan.
2.
Sumber informasi dalam meningkatkan efisiensi pemupukan N, P, K.
3.
Pertimbangan pengelolaan limbah biomasa pertanian, perkebunan, peternakan dan
kehutanan untuk mengatasi pencemaran lingkungan.
1.5.
Keaslian Penelitian
Penggunaan
biochar sebagai amelioran untuk meningkatkan kesuburan tanah telah dilakukan
oleh peneliti-peneliti terdahulu diantaranya: Yamato et al, 2006
menggunakan biochar limbah tanaman akasia yang dihasilkan pada suhu pirolisis
260 – 360, dengan aplikasi 15 ton biochar/ha. Rondon et al., 2006 dalam penelitiannya
memanfaatkan biochar limbah kayu yang dihasilkan pada sistem pembakaran
tradisional, dengan aplikasi 0,8 – 20 ton biochar/ha. Penggunaan biochar
berbahan baku kayu yang dihasilkan pada sistem pembakaran tradisional, dengan
aplikasi 6 ton biochar/ha untuk memperbaiki sifat-sifat tanah (Kimetu et
al., 2008). Van Zwieten et al., 2008 melakukan penelitian dengan
memanfaatkan biochar limbah pabrik kertas yang dihasilkan pada suhu pirolisis
450 °C dengan aplikasi 0,5 – 10 ton biochar/ha. Yuan et al., 2011
memanfaatkan biochar berbahan baku jagung, canola, kedelai, kacang tanah yang
dihasilkan pada suhu pirolisis 300, 500, dan 700 °C dengan lama waktu
pembakaran 4 x 24 jam sebagai amelioran untuk meningkatkan produktivitas tanah.
Penelitian
tentang pemanfaatan biochar sebagai amelioran telah sering dilakukan, namun
penelitian dengan penggunaan biochar sebagai amelioran di Ultisol masih sangat
terbatas, terutama yang dimanfaatkan adalah bahan lokal seperti limbah sagu.
Penelitian ini mempelajari: (a) proses pembuatan dan karakterisasi biochar.
Pembuatan biochar pada 3 taraf suhu pirolisis: 200, 400, 600 °C dengan waktu
pembakaran masing-masing 3 jam. Biochar tersebut dikarakterisasi untuk
mengetahui sifat kimia dan fisiknya. (b) Pengujian biochar terhadap respon
tanaman jagung dengan takaran : 0, 3, 6, 9, 12 ton biochar/ha. (c). Pengujian
biochar sebagai amelioran untuk meningkatkan daya sangga tanah terhadap
pelindian hara N, P, dan K. Sebagai pembanding kinerja biochar digunakan kompos
limbah sagu (kolisa). (d) pengujian biochar yang dihasilkan pada suhu pirolisis
400 °C dan kolisa dengan takaran pupuk N, P, K: 0, 50%, 100%, 150%, dan 200%
untuk meningkatakan serapan hara N, P, K,
meningkatkan
produksi tanaman jagung dan stok karbon tanah.
0 Response to "BIOCAR"
Posting Komentar