loading...
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penduduk Indonesia sekarang ini mulai sadar
akan kebutuhan gizi dalam makanan yang dikonsumsi, terutama gizi
yang berasal dari hewani atau daging. Hal ini menyebabkan permintaan akan
daging semakin terus meningkat. Permintaan akan daging yang semakin hari
semakin meningkat ini membuat beberapa Rumah Potong Hewan (RPH) kurang
memperhatikan aspek kesehatan, agama dan kesejahteraan hewan yang telah sesuai
dengan ketentuan badan kesehatan hewan dunia (OIE) sehingga kasus ini menjadi
salah satu permasalahan dalam pembangunan peternakan di Indonesia.
Adanya kasus penyiksaan terhadap sapi yang
akan dipotong, disamping melanggar UU, tidak manusiawi, juga bertentangan
dengan nilai agama. Oleh karena itu pemerintah harus serius mengontrol kualitas
RPH agar memenuhi standar higienis, aman, kesmawet, dan animal welfare.
Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet), RPH dan kesejahteraan hewan (animal
welfare) sudah diatur di UU 6/1967 tentang Ketentuan Pokok Peternakan dan
Kesehatan Hewan, UU 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, dan
Peraturan Mentan 13/2010 tentang Persyaratan RPH Hewan Ruminansia dan Unit
Penangan Daging (Meat Cutting Plant). Di pasal 66 UU 18/ 2009, misalnya,
disebutkan bahwa pemotongan hewan yang dagingnya diedarkan harus dilakukan di
RPH dan mengikuti cara penyembelihan yang memenuhi kaidah kesmavet dan animal
welfare.
Dengan adanya rancangan Undang-Undang dan
Kebijakan Pembangunan Peternakan akan berfungsi sebagai dasar hukum bagi
penyelenggaraan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan sehingga pembangunan
peternakan khususnya dalam bidang pemotongan hewan bisa menjamin kesejahteraan
bagi hewan ternak dan produk daging yang dihasilkan dari proses pemotongan
terbukti ASUH ( Aman, Sehat, Umun dan Halal).
I.2
Tujuan
1.
Sebagai salah satu tugas wajib mata kuliah Abatoir dan Pemotongan
Hewan.
2. Memberikan pengetahuan kepada
mahasiswa tentang kesejahteraan hewan yang baik di RPH.
I.3 Manfaat
1. Manfaat makalah ini diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan referensi bagi mahasiswa mengenai konsep kesejahteraan
hewan yang baik di RPH maupun pada peternakan.
2. Juga dapat menjadi referensi bagi
masyarakat pada umumnya dan khususnya para peternak unggas agar dapat menerapkan
kesejahteraan hewan di peternakan.
II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kesejahteraan Hewan (Animal Welfare)
Kata
‘sejahtera’ dalam kesejateraan hewan (animal welfare) berarti kualitas
hidup yang meliputi berbagai elemen yang berbeda-beda seperti kesehatan,
kebahagiaan dan panjang umur yang untuk masing-masing orang mempunyai tingkatan
yang berbeda dalam memberikannya (Tannenbaum 2007).
Menurut
laporan Brambell Committee, setiap hewan direkomendasikan memiliki cukup
kebebasan untuk dapat bergerak, menyarankan bahwa setiap hewan harus memiliki
kebebasan untuk bergerak yang cukup tanpa adanya kesusahan untuk berbalik,
berputar, merawat dirinya, bangun, berbaring, meregangkan tubuh ataupun anggota
badannya. Berbagai upaya telah diusahakan untuk mendefinisikan istilah welfare
(Albright 2007). Definisi lain memberikan gambaran bahwa animal
welfare adalah sebuah perhatian untuk penderitaan hewan dan kepuasan hewan
(Gregory 2005). Sedangkan ilmu animal welfare adalah ilmu tentang
penderitaan hewan dan kepuasan hewan. Kesejahteraan memiliki banyak aspek yang
berbeda dan tidak ada ungkapan sederhana, permasalahannya sangat banyak dan
beragam.
Animal
welfare mengacu
pada kualitas hidup hewan, kondisi hewan dan parawatan/perlakuan terhadap hewan
(Dallas 2006). Menurut Undang Undang No. 6 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan definisi kesejahteraan
hewan ialah usaha manusia memelihara hewan, yang meliputi pemeliharaan lestari
hidupnya hewan dengan pemeliharaan dan perlindungan yang wajar.
Upaya
yang dapat dipertimbangkan untuk mewujudkan kesejahteraan hewan ada dua macam,
yaitu mengusahakan hewan hidup sealami mungkin atau membiarkan hewan hidup dengan
perjalanan fungsi biologisnya. Setiap hewan yang dipelihara manusia setidaknya
diusahakan terbebas dari penderitaan yang tidak perlu (Damron 2006). Menurut
Dallas (2006) kesejahteraan hewan (animal welfare) dapat diukur dengan
indikator Lima Kebebasan (five freedoms), yaitu :
A. Bebas dari Rasa Haus dan Lapar (Freedom from Hunger and
Thirst)
Untuk
mencegah hewan dari rasa lapar dan haus, makanan yang layak, bergizi dan juga
akses langsung terhadap air bersih perlu disediakan. Dengan menyediakan tempat
makanan dan minuman yang memadai akan dapat mengurangi terjadinya penindasan
dan kompetisi diantara mereka.
Makanan
dan minuman merupakan kebutuhan pertama dalam hidup. Kebebasan dari rasa haus
dan lapar ini ditempatkan di urutan pertama karena ini sangat mendasar,
primitif dan tidak dapat ditolerir. Lapar adalah saat-saat hewan terstimulasi
untuk
makan. Hewan memerlukan akses yang mudah terhadap makanan dan minuman untuk
menjaga kesehatan dan kebugaran (Le Magnen 2005).
B. Bebas dari Rasa Tidak Nyaman (Freedoms from Discomfort)
Ketidaknyamanan
disebabkan oleh keadaan lingkungan yang tidak sesuai pada hewan. Bebas dari
rasa tidak nyaman dapat diwujudkan dengan menyediakan tempat yang sesuai
seperti penyediaan kandang/tempat berlindung yang nyaman (ventilasi memadai,
suhu dan kelembaban yang cukup, adanya lantai, tempat tidur dan sebagainya). Hewan
akan merasa nyaman pada lingkungan yang tepat, termasuk perkandangan dan area
beristirahat yang nyaman.
C. Bebas dari Rasa Sakit, Luka dan Penyakit (Freedom from
Pain, Injury and Disease)
Secara
sangat sederhana, sehat pada hewan secara individu dapat didefinisikan negatif
sebagai ‘tidak adanya symptom penyakit’. Penyakit yang sering timbul di
peternakan adalah penyakit produksi. Penyakit ini adalah penyakit akibat
kekeliruan manajemen ternak atau akibat sistem yang diberlakukan di peternakan.
Penyakit produksi meliputi malnutrisi, trauma dan infeksi yang diderita hewan
selama hewan dipelihara oleh manusia. Kebebasan ini dapat diwujudkan dengan
pencegahan diagnosa yang tepat dan perawatan.
D. Bebas Mengekpresikan Perilaku Normal (Freedom to
Express Normal Behavior)
Hewan
mempunyai kebiasaan atau perilaku yang khas untuk masing-masing ternak. Dalam
perawatan manusia, hewan mungkin memiliki lebih sedikit kesempatan untuk
mengekspresikan perilaku normalnya. Pada kondisi ekstrim, hal yang mungkin
terjadi justru hewan menunjukkan perilaku menyimpang. Penyediaan ruang yang
cukup, fasilitas yang benar dan teman bagi hewan dari sejenisnya akan membantu
hewan mendapat kebebasan menunjukkan perilaku normalnya (Phillips 2006).
E. Bebas dari Rasa Takut dan Stres (Freedom from Fear or
Distress)
Menurut
Moberg (2005) stress berpengaruh terhadap kesejahteraan hewan tergantung besar
kecilnya kerugian biologis akibat stress tersebut. Stres tidak hanya merupakan
keadaan saat hewan harus beradaptasi melebihi kemampuannya, tetapi juga pada
saat hewan mempunyai respons yang lemah bahkan terhadap rangsangan ‘normal’
sehari-hari (Duncan dan Fraser 2006).
Takut
merupakan emosi primer yang dimiliki hewan yang mengatur respon mereka terhadap
lingkungan fisik dan sosialnya. Rasa takut kini dianggap sebagai stresor yang
merusak hewan (Jones 2006). Rasa takut yang berkepanjangan tentu akan berimbas
buruk bagi kesejahteraan hewan. Oleh karena itu, perilaku peternak sangat
berperan dalam membangun sikap hewan terhadap peternak. Cheeke (2005) menitikberatkan
pada tehnik manajemen hewan yang mengurangi atau menghilangkan stres sebagi
komponen penting dari animal welfare.
Kelima
poin di atas merupakan daftar kontrol status kesejahteraan hewan secara umum
saja. Penjabaran kesejahteraan hewan ke dalam lima aspek kebebasan tidaklah
mutlak terpisah dan berdiri sendiri-sendiri. Aspek yang satu mungkin
berpengaruh pada aspek lainnya sehingga sulit untuk dibedakan. Bahkan satu
problem dapat merupakan cakupan beberapa poin di atas. Susunan yang berurutan
pun tidak mutlak mencerminkan prioritas.
2.2.
Kesejahteraan Hewan di RPH
Kesejahteraan
Hewan (Animal Welfare) adalah usaha manusia untuk memelihara hewan meliputi
kelestarian hidupnya disertai dengan perlindungan yang wajar. Pada prinsipnya
kesejahteraan hewan adalah tanggung jawab manusia selaku pemilik atau pengelola
hewan utuk memastikan hewan memenuhi 5 azas kesejah teraan hewan :
1. Bebas dari
rasa lapar dan haus
2. Bebas dari
rasa tidak nyaman
3. Bebas dari
rasa sakit, luka dan penyakit
4. Bebas dari
rasa takut dan tertekan
5. Bebas untuk
melakukan perilaku alaminya
Dalam pemotongan hewan di Rumah
Pemotongan Hewan (RPH) penting untuk memperhatikan dan melaksanakan
kesejahteraan hewan, karena berhubungan dengan kualitas daging yang dihasilkan
dan dapat atau tidak dinyatakan sebagai daging yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal
(ASUH). Pemotongan secara wajar dan sesuai dengan syariat Agama Islam sudah
memenuhi kesejahteraan hewan.
Sampai saat ini
masih banyak ditemukan praktek menyimpang dalam pemotongan hewan di RPH-RPH
dengan tujuan meningkatkan keuntungan dengan cara yang tidak sehat. Beberapa
tindakan menyimpang yang melanggar kesejahteraan hewan antara lain :
·
Transportasi hewan
secara tidak baik
·
Menganiaya dan
menyakiti hewan serta membiarkan hewan kelaparan
·
Mencabut kuku, taring
atau memotong ekor dan telinga demi alasan penampilan
·
Melakukan kastrasi pada
hewan dengan tujuan percepatan penggemukan
·
Penglonggongan
(pemberian minum berlebih secara paksa) pada ternak sebelum dipotong dengan
tujuan menaikkan berat badan
·
Menyembelih ternak
dengan pisau yang kurang tajam sehingga proses penyembelihan
berlangsung lebih lama
·
Memotong kepala dan
kaki atau menguliti ternak sebelum benar-benar mati demi memudahkan
penyembelihan atau menghemat waktu
·
Memburu hewan untuk
diambil hanya bagian tubuh tertentunya seperti gading, taring, tanduk dan
kulit.
Karena hewan
merupakan makhluk hidup, maka mereka dapat juga merasakan lapar, haus, tidak
nyaman, ketakutan, rasa sakit dan ingin bebas melakukan perilaku alaminya.
Karena itu perlu diperhatikan kesejahteraan hewan terutama di Rumah Pemotongan
Hewan. Hal-hal mengenai kesrawan di RPH yang perlu diperhatikan adalah sebagai
berikut:
1.
Penerimaan Hewan
·
Hewan yang baru datang
diturunkan dari alat angkut dengan hati-hatidan tidak secara kasar
·
Diadakan pemeriksaan
dokuen kesehatan hewan/Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH)
·
Hewan diistirahatkan
pada kandang penampungan yang layak terlebih dahulu selama minimal 12 jam
sebelum dipotong
·
Pada saat
diistirahatkan hewan dapat dipuasakan, namun masih tetap diberi minum yang
mencukupi
·
Saat diistirahatkan
hewan diperiksa antemortem oleh dokter hewan atau petugas paramedik dibawah
pengawasan dokter hewan
·
Selama masa
pengistirahatan hewan diperlakukan secara wajar
2.
Persiapan Penyembelihan
·
Sebelum hewan dipotong
seluruh peralatan dan ruang pemotongan harus sudah siap dan bersih
·
Sebelum hewan masuk
ruang pemotongan harus dibersihkan dahulu dengan air agar dalam proses
selanjutnya kotoran tidak mencemari karkas/daging
·
Sebelum hewan dipotong
hewan harus ditimbang
·
Dalam memasukkan hewan
ke dalam ruang pemotongan melalui gang way harus dengan cara wajar, tidak
secara kasar dan menimbulkan hewan kesakitan dan stress
3.
Penyembelihan
·
Pemotongan hewan dapat
dilakukan dengan melakukan pemingsanan terlebih dahulu atau tidak
·
Apabila hewan
dipingsankan terlebih dahulu cara pemingsanannya harus mengikuti fatwa MUI
tentang tata cara pemingsanan yang diperbolehkan
·
Jika hewan tidak
dipingsankan terlebih dahulu, tata cara merobohkan hewan harus sesedikit
mungkin menyebabkan hewan kesakitan/stress
·
Penyembelihan harus
menggunakan pisau yang tajam dan dilakukan secepat mungkin dan tepat memotong
tenggorokan, kerongkongan, pembuluh nadi leher dan pembuluh balik besar pada
leher.
·
Proses selanjutnya,
yaitu pengulitan, pelepasan kepala, pengeluaran jeroan dan pemotongan karkas
dilakukan setelah hewan benar-benar mati
·
Pemastian kematian
hewan dapat dilihat dari hilangnya refleks palpebra/kelopak mata
Dengan
melaksanakan kesejahteraan hewan di RPH maka daging/karkas yang diperoleh dapat
dinyatakan ASUH, dan masyarakat dapat mengonsumsi dengan perasaan tenteram
karena sudah dijamin oleh RPH yang mengeluarkan daging tersebut. Penerapan
kesrawan pada hewan ternak yang akan dipotong akan meningkatkan kualitas daging
yang dihasilkan, tidak menyebabkan kecacatan pada karkas maupun hasil sampingannya
seperti kulit, jeroan dan sebagainya, tidak menurunkan nilai gizi serta tidak
membahayakan kesehatan konsumen.
2.3 UU Kesrawan
Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009
tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Keswan) pada Pasal 66 ayat 1 dinyatakan
bahwa untuk kepentingan kesejahteraan hewan dilakukan tindakan yang berkaitan
dengan penangkapan dan penanganan; penempatan dan pengandangan; pemeliharaan
dan perawatan; pengangkutan; pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan
pengayoman yang wajar terhadap hewan sedangkan ayat 2 menyatakan Ketentuan mengenai Kesejahteraan
Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara manusia yang meliputi
:
1. Penangkapan dan
penanganan satwa dari habitatnya harus sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan di bidang konservasi;
2. Penempatan dan
pengandangan dilkukan dengan sebaik-baiknya sehingga memungkinkan hewan dapat
mengekspresikan perilaku alaminya;
3. Pemeliharaan,
pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya
sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan
penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan;
4. Pengangkutan
hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa takut dan
tertekan serta bebas dari penganiayaan;
5. Penggunaan dan
pemamfaatan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari
penganiayaan dan penyalahgunaan;
6. Pemotongan dan
pembunuhan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa
sakit, rasa takut dan tertekan, penganiayaan, dan penyalahgunaan; dan
7. Perlakuan
terhadap hewan harus dihindari dari tindakan penganiyaan dan penyalahgunaan.
Penerapan KESRAWAN (hewan produksi) dalam penyediaan daging (ideal) mulai
dari peternakan sampai penyembelihan.
Penerapan
Kesrawan harus ditegakkan di RPH dan RPU dengan memperlakukan hewan yang akan
disembelih dengan penuh rasa kasih sayang yang menjadi amal yang sangat
dianjurkan.
Makna penerapan
KESRAWAN dalam penyediaan daging :
1.
Sesuai dengan konsep “Halalan dan Thoyyiban”.
2. Menghasilkan
daging yang berkualitas baik, aman dan layak konsumsi.
3. Memenuhi
perlakuan hewan secara ikhsan.
Adapun salah satu kegiatan di RPH dan
RPU yang perlu diantisipasi berkaitan
dengan penerapan Kesrawan adalah Kegiatan mulai dari Hewan Masuk ke RPH/RPU
sampai dengan penyembelihan hewan untuk menghasilkan daging.
III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesejahteraan hewan (animal
welfare) dapat diukur dengan indikator Lima Kebebasan (five freedoms),
yaitu: bebas dari rasa haus dan lapar (freedom from hunger and thirst),
bebas dari rasa tidak nyaman (freedoms from discomfort), bebas dari rasa
sakit, luka dan penyakit (freedom from pain, injury and disease), bebas
mengekpresikan perilaku normal (freedom to express normal behavior), bebas
dari rasa takut dan stres (freedom from fear or distress).
3.2. Saran
Dalam pemotongan
hewan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) penting untuk memperhatikan dan
melaksanakan kesejahteraan hewan, karena berhubungan dengan kualitas daging
yang dihasilkan dan dapat atau tidak dinyatakan sebagai daging yang Aman,
Sehat, Utuh dan Halal (ASUH).
0 Response to " PENERAPAN KESRAWAN DI RPH"
Posting Komentar